Dekan FEB UNISMA, Nur Diana SE MSi (dua dari kanan) saat menjadi narasumber dalam program tayangan Kampus Ramadhan di NU Channel. (FT/IST(

MALANG | duta.co – Dalam program NU channel, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Islam Malang (UNISMA) mengupas dampak keterpurukan ekonomi akibat pandemi. Ia pun memberikan 3 solusi jitu pada pelaku UMKM agar survive menghadapi situasi sulit ini.

Menurut Dekan FEB UNISMA, Nur Diana SE MSi, bahwa krisis ekonomi dunia yang hadir di Indonesia, diperparah dengan krisis kesehatan akibat pandemi virus corona. Di mana pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan social distancing maupun PSBB yang mengharuskan belajar, bekerja dan beribadah dari rumah. Hal ini berimbas pada perekonomian Indonesia.

“Kurs dollar terhadap rupiah berfluktuasi tidak stabil, bahkan laporan dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan terjadi penurunan dalam beberapa minggu terakhir. Belum lagi panic buying masyarakat, yang disertai kenaikan harga akibat kelangkaan  barang, khususnya alat-alat kesehatan,” ungkap Nur Diana saat menjadi narasumber di acara Kampus Ramadhan yang digelar UNISMA dengan NU Channel.

Host dipandu langsung oleh Rektor UNISMA, Prof Dr H Masykuri MSi yang memberikan pertanyaan sangat kristis terkait kondisi perekenomian nasional. Nur Diana pun dalam kesempatan tersebut mengupas tuntas tentang perekonomian Indonesia antara harapan dan tantangannya.

Menurutnya, saat ini telah terjadi penurunan konsumsi dan investasi, baik dalam lingkup rumah tangga maupun lingkup Pemerintah. Beberapa usaha mengalami krisis akibat penurunan omzet, khususnya perhotelan, tempat wisata, tempat hiburan, transportasi, restoran, kafe, pusat oleh-oleh dan usaha.

Dalam paparanya Dekan FEB UNISMA memberikan pandangan yang kritis dan tajam terkait kejadian krisis saat ini. Ia mengatakan bahwa krisis kesehatan ini sebenarnya bukan satu-satunya penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menurun.

Dipaparkannya, fakta telah menunjukkan bahwa kilas balik perkembangan perekonomian dan dunia usaha Indonesia dalam 2019-2020 masih terus diwarnai dengan tantangan. Tak hanya itu, tahun-tahun ini disertai pula dengan ancaman ketidakpastian atas pelambatan ekonomi global, regional dan lokal.

Asia, kata dia, diprediksi melemah dan belum lama ini juga disusul ada krisis kesehatan yang mana WHO telah menetapkan covid-19 sebagai wabah pandemi global. Pemerintah hingga para investor selalu memperhatikan perkembangan perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Pasalnya hal tersebut memiliki efek domino kepada ekonomi Indonesia, dampak perang dagang ke ekonomi Indonesia memang tak terelakan.

“Setiap perlambatan ekonomi Amerika dan Cina secara bersamaan, akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 0,32 persen. Apalagi AS dan China adalah dua mitra dagang utama Indonesia,” tandasnya.

Masih kata Diana, pelemahan ekonomi keduanya bisa membuat permintaan barang dari Indonesia dalam bidang ekspor ikut anjlok. Padahal hal tersebut merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selanjutnya setiap satu persen perlambatan ekonomi AS akan memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,05 persen.

Begitu pula dengan Cina, lanjut Diana, tiap satu persen perlambatan ekonominya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,27 persen. Jika ekonomi AS-Cina melambat, Indonesia juga terdampak, karena negara ini Cross Ride dengan Indonesia.

Ia menguraikan pula, menurunnya konsumsi dan investasi, baik dalam lingkup rumah tangga maupun lingkup pemerintah. beberapa usaha mengalami krisis akibat penurunan omzet, khususnya perhotelan, tempat wisata, tempat hiburan, transportasi, restoran, cafe, pusat oleh-oleh dan usaha.

Selanjutnya Dekan FEB UNISMA memberikan langkah-langkah strategis dalam menangani krisis kesehatan yang berimbas krisis ekonomi di Indonesia.

”Langkah strategis yang bisa dilakukan saat krisis ini diantaranya yang pertama yakni percepatan relaksasi restrukturisasi kredit UMKM yang mengalami kesulitan,” ungkap Nur Diana memberi solusi.

Kedua, penyiapan skema baru pembiayaan, terutama berkaitan dengan investasi dan modal kerja yang pengajuannya lebih mudah dengan jangkauan terutama bagi daerah-daerah yang terdampak,

ketiga memasukkan para pelaku usaha mikro atau masyarakat yang membutuhkan dalam skema bantuan sosial, terutama yang berkaitan dengan paket sembako dll, keempat UMKM diberikan peluang terus untuk berproduksi di sektor pertanian, industri rumah tangga, warung tradisional sektor makanan, dengan protokol kesehatan yang ketat.

Sementara itu narasumber kedua, Prof Nurhajati SE MS banyak mengulas tentang pertumbuhan sektor UMKM akibat krisis ekonomi disertai krisis kesehatan.

Ia mengungkapkan, dilihat sudut pandang pertumbuhan UMKM, dampak krisis ekonomi dan kesehatan bagi perekonomian UMKM sangat nyata. Salah satu kegiatan yang menghilang dari rutinitas adalah tidak berbelanja ke luar rumah melalui UMKM yang ada. Lantaran inilah, UMKM kesulitan membayar biaya operasional dan nonoperasional lainnya.

Belum lagi saat ini memasuki bulan Ramadhan, ia menjelaskan, dunia UMKM yang normalnya menggenjot industri karena naiknya permintaan masyarakat. Sayangnya, karena wabah Covid, dunia usaha tidak bisa melakukannya. Hal ini memaksa perusahaan untuk menurunkan produksinya. Perusahaan melakukan PHK karena terhentinya proses produksi untuk sementara waktu akibat daya beli konsumen maupun kelangkaan bahan baku produksi yang di impor dari negara luar seperti dari negara Tiongkok sehingga akan menghambat kegiatan industri.

“Implikasinya, terjadi peningkatan jumlah angka pengangguran yang berefek pada penurunan produk domestik bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi Indonesia,” imbuhnya.

Nurhajati yang juga sebagai pelaku UKM ini menimpali, seyogyanya UMKM harus berani melakukan gebrakan nyata dan berputar haluan supaya bisnisnya eksis. Misalkan core bisnisnya adalah industri garmen dan mengalami penurunan omzet karena turunnya permintaan terhadapa produk garmen.

Ia memberi saran, mulailah berani memutar haluan untuk berproduksi masker, memproduksi alat pelindung diri karena sangat dibutuhkan oleh tenaga kesehatan dan masyarakat yang membutuhkan masker banyak.

“Saat ini pelaku UMKM harusnya mulai menata diri dan melakukan reorientasi bisnisnya, karena pandemi Covid 19 tidak selamanya akan menetap di Indonesia. Saat Wabah ini berakhir, pelaku UKM sudah siap dengan bisnis baru yang diminati oleh konsumennya.” pungkasnya. (dah) 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry