SURABAYA | duta.co – Sejumlah praktisi hokum, Minggu (8/5/2022) berkumpul di Museum NU, Surabaya. Mereka memberikan dukungan moral kepada Edy Mulyadi, tersangka kasus ujaran kebencian dan SARA, yang akan disidangkan Selasa (10/5/22).

“Bang Edy ini korban hukum yang tebang pilih. Banyak kasus yang lebih layak, lebih serius tetapi faktanya terbebas begitu saja. Hukum ini hanya untuk orang yang kritis kepada pemerintah, selebihnya dibiarkan,” demikian H Tjetje Mohammad Yasien, SH, MH kepada duta.co, Minggu (8/5/22).

Gus Yasien, panggilan akrabnya, menegaskan, bahwa, apa yang disampaikan Edy Mulyadi soal IKN (Ibu Kota Negara), ini adalah bagian dari kegalauan masyarakat luas. Tidak ada sama sekali untuk meredahkan yang lain. “Saya sendiri melihat kebijakan pemerintah soal IKN ini sudah ugal-ugalan, selain tidak ada feasibility study  (studi kelayakan), duit dari mana ketika hutung sudah menggunung,” tegas Alumni PP Tebuireng, Jombang ini.

Hadir dalam dukungan itu, tokoh muda Slamet Sugianto dan para aktivis dari LBH Pelita Umat Jawa Timur. “Kalau hukum sudah mengikuti selera penguasa, maka, tinggal tunggu kehancurannya. Hari ini kita saksikan, betapa hukum sangat tajam ke bawah, dan tumpul ke atas.  Saudara Ade Armando yang sudah jadi tersangka masih leha-leha, sementara Bang Edy harus masuk tahanan. Ini sungguh tidak adil,” jelas Slamet Sugianto.

Besok, Selasa (10/5/22) adalah sidang perdana kasus yang dijeratkan ke Bang Edy Mulyadi. “Kita beri dukungan moral, bahwa, apa yang dilakukan Bang Edy bukanlah pidana. Kita berharap kepada hakim serta jaksa untuk fair dalam masalah ini,” tegasnya.

Edy Mulyadi sendiri, melalui kuasa hukumnya menyatakan tidak akan mengajukan praperadilan. Edy berharap dirinya segera diadili. “Enggak (mengajukan praperadilan) juga, sementara ini belum ada keputusan untuk itu. Sampai saat ini kami belum ada, ya, pertimbangannya biar segala sesuatunya terungkap saja kalau seandainya langsung pengadilan,” kata pengacara Edy Mulyadi, Djudju Purwantoro, suatu ketika.

Kriminalisasi

Dia justru berharap proses hukum kliennya hingga di persidangan tidak diulur-ulur. “Kita berharap coba lo bisa lebih dipercepat saja gitu kan proses persidangan. Kalau memang harus melalui persidangan gitu. Artinya nggak usah lama-lamain gitu, ya tentu ada aturannya penahannya semua sesuai dengan aturan saja tidak harus diulur-ulur lagi gitu lah. Kita ikuti aturan yang ada aja,” kata Djuju.

Tidak hanya itu, pihak Edy Mulyadi yang semula mau mengajukan permohonan penangguhan penahanan pun urung dilakukan. “Kami tidak ajukan penangguhan penahanan,” kata Djuju.

Namun, Djuju tidak membeberkan alasan pihaknya batal mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Dia hanya menyebut keputusan itu hasil perundingan dengan Edy Mulyadi. “Sementara keputusan seperti itu (tidak mengajukan permohonan penangguhan penahanan). Ya pasti dengan perundingan kuasa hukum juga dan yang bersangkutan pasti begitu prosedurnya,” ucapnya.

Edy Mulyadi masih yakin tidak melakukan pelanggaran pidana dalam ucapannya. Dia mengatakan sampai saat ini Edy masih yakin tidak melakukan pelanggaran pidana dalam ucapannya. Djuju menyebut Edy Mulyadi merasa dikriminalisasi.

“Beliau (Edy Mulyadi) sangat yakin tidak melakukan kesalahan pidana apa pun dalam ujarannya, yang hanya merupakan bentuk kritik konstruktif atau pandangan ilmiah tentang IKN di Kalimantan. Juga tidak menyebut atau menyasar sama sekali tentang suku-suku di Kalimantan, termasuk suku Dayak. Beliau merasa dikriminalisasi,” paparnya.

Dia mengatakan pihaknya bakal mengikuti prosedur hukum sesuai ketentuan. Dia yakin kliennya tidak bersalah. “Kita akan buktikan saja di persidangan, bahwa EM tidak bersalah,” ujarnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry