SURABAYA | duta.co – H Agus Solachul A’am Wahib, cucu pendiri NU almaghfurlah KH Wahab Chasbullah, mengaku prihatin membaca berita sejumlah warga NU menyosialisasikan hasil bahtsul masail kata ‘Kafir’ yang disoal banyak nahdliyin.

“Saya prihatin membaca berita ‘jualan’ Bathsul Masail pergantian kata kafir ke tokoh-tokoh non muslim di Vatikan. Sekarang menjadi jelas, siapa yang berkepentingan dengan bathsul masail tersebut. Bukan warga NU, juga bukan bangsa Indonesia. Karenanya, wajar kalau nahdliyin sempat heran dengan hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Jawa Barat tempo hari,” jelas Gus A’am panggilan akrabnya kepada duta.co, Sabtu (28/9/2019).

Seperti diberitakan Kompas, Katib Aam Syuriah PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengunjungi Vatikan. Ikut dalam rombongan, Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas. Kepada Kompas, Kiai Yahya menegaskan, bahwa, kedatangannya ke Vatikan di antaranya untuk menyosialisakan penghapusan kata kafir bagi non muslim di Indonesia.

“Kami hadir untuk menyosialisasikan hasil keputusan Munas ALim Ulama NU awal tahun ini, yang antara lain menghilangkan sebutan kafir bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang beragama non-muslim,” kata Yahya, sebagaimana viral di media sosial.

Menurut Gus A’am, kebesaran jamiyah NU, memang rawan untuk kepentingan politik pragmatis. Diakui, bahwa, Ormas NU ini memiliki ‘daya jual’ tinggi. Di sini pengurus NU memiliki tanggungjawab besar untuk menjaganya dengan baik. “Kalau pengurus NU-nya tidak kuat, bisa-bisa nahdliyin yang jumlahnya besar menjadi dagangan politik,” jelasnya dengan nada serius.

Di tengah kondisi global yang kian tak menentu, rakyat Indonesia harus mengambil sikap untuk melawan tindakan yang memecah belah bangsa. Toleransi semata tidak cukup untuk melawan itu karena upaya memecah belah bangsa terbukti membuat hampir semua negara di Timur Tengah tak lagi mampu berpikir mencari jalan keluar bagi bangsanya sendiri.

Yahya Cholil Staquf (kiri) dan Mgr Indunil Kodithuwakku (kanan) bertemu di Vatikan, Selasa (24/9/2019). KOMPAS/MOHAMMAD BAKIR
Melawan Upaya Pecah Belah

Seperti diberitakan Kompas, di depan rohaniwan Katolik di Kedutaan Besar RI untuk Takhta Suci, Roma, KH Yahya Staquf mengatakan: ”Kita tidak boleh menoleh ke belakang. Terlalu banyak alasan yang bisa membuat semua umat beragama terlibat dalam konflik. Jika menoleh ke belakang, Perang Salib selama ratusan tahun itu telah membuat umat Islam dan Kristen punya banyak alasan untuk saling membenci,” ujar Kamis (26/9/2019).

Hadir pada kesempatan itu Dubes RI untuk Takhta Suci Agus Sriyono, Uskup Pontianak Mgr Agustinus Agus, dan Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas.

Menurut Yahya, warga negara Indonesia harus mengambil sikap melawan terhadap upaya yang bertujuan memecah belah bangsa. ”Selama ini kita lebih banyak diam dan melawannya dengan wacana toleransi dengan mengedepankan cinta kasih atau rahmah dalam bahasa Islam. Hal itu ternyata tidak cukup. Saatnya kita melawan dan bergerak bersama-sama,” ujarnya.

Warga negara Indonesia harus mengambil sikap melawan terhadap upaya yang bertujuan memecah belah bangsa. Kerja sama NU dengan teman-teman Katolik, kata Yahya, tidak cukup hanya seperti yang selama ini dilakukan. ”Kita harus berani mengambil sikap decisive dan terencana,” katanya.

Menanggapi hal ini Gus A’am justru balik bertanya: “Bukankah ini justru bagian dari pecah belah?,” tanyanya. (mky,kmp)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry