Uchok Sky Khadafi (foto bisnistoday.co.id)

JAKARTA | duta.co – Kebijakan efisiensi yang diterapkan PT Garuda Indonesia kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, isu terkait penggajian tenaga ahli (TA) di lingkungan perusahaan pelat merah itu menuai kritik tajam, terutama setelah bocornya daftar gaji yang dinilai fantastis dan berpotensi melanggar aturan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Informasi yang beredar menyebutkan bahwa petinggi Garuda Indonesia, merekrut 14 tenaga ahli, termasuk dua protokol khusus untuk istri yang masing-masing menerima gaji Rp25 juta per bulan. Sementara itu, total gaji lima tenaga ahli lainnya bahkan disebut-sebut menembus angka Rp100 juta.

“Tenaga ahli di BUMN maksimal bergaji Rp50 juta, tapi di Garuda dibuat istilah baru, ‘CEO Office Specialist’, agar bisa dibayar lebih tinggi,” ungkap seorang sumber CBA (Center of Budget Analysis) yang enggan disebutkan namanya, Selasa (4/3/2025).

Kementerian BUMN sebenarnya telah l00ama membatasi jumlah dan honor tenaga ahli di perusahaan pelat merah. Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor SE-9/MBU/08/2020 yang mengatur bahwa tenaga ahli tidak boleh digaji lebih dari batas tertentu.

Selain itu, aturan serupa juga pernah diatur dalam Surat Edaran Nomor SE-04/MBU/09/2017, yang melarang direksi dan komisaris BUMN mempekerjakan staf ahli secara permanen.

Namun, kebijakan di Garuda Indonesia tampaknya mengabaikan aturan tersebut. Rekrutmen tenaga ahli dengan gaji tinggi ini dinilai bertolak belakang dengan upaya efisiensi yang selama ini dikampanyekan oleh perusahaan.

Jika benar ini terjadi, maka sangat ironis. Di saat perusahaan mengaku melakukan efisiensi, justru ada pengeluaran besar untuk tenaga ahli dengan gaji tinggi.

Bocornya informasi mengenai gaji tenaga ahli ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan. Direktur Center of Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menilai kebijakan tersebut tidak sejalan dengan upaya penyelamatan Garuda Indonesia yang masih dalam fase pemulihan.

“Jika benar ada penggajian yang melebihi batas aturan Kementerian BUMN, ini tentu menjadi masalah serius. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas, terutama di perusahaan yang sedang dalam kondisi keuangan sulit,” kata Uchok.

Uchok mendesak Menteri BUMN Erick Thohir untuk segera turun tangan dan melakukan investigasi terkait kebijakan rekrutmen serta penggajian di Garuda Indonesia. Menurutnya, evaluasi menyeluruh sangat diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang di BUMN.

“Harus ada evaluasi mendalam. Jangan sampai efisiensi hanya menjadi slogan tanpa implementasi yang nyata,” ujarnya.

Selain itu, ia juga menyebut bahwa tindakan tegas perlu diambil jika memang ditemukan pelanggaran dalam pengelolaan keuangan Garuda Indonesia.

“Kementerian BUMN memiliki peran strategis dalam memastikan setiap kebijakan di perusahaan pelat merah berjalan sesuai aturan. Jika memang ada pelanggaran, harus ada sanksi tegas,” tambahnya.

Ia juga menyoroti kebijakan penggajian di Garuda Indonesia yang dinilainya tidak masuk akal. Ia mempertanyakan urgensi dari keberadaan tenaga ahli tersebut di tengah kondisi perusahaan yang masih berjuang keluar dari krisis.

“Garuda ini masih dalam fase penyelamatan. Seharusnya, setiap pengeluaran difokuskan pada upaya memperbaiki kinerja, bukan malah menghamburkan dana untuk pos yang tidak terlalu mendesak,” katanya.

Uchok juga menyoroti rekrutmen tenaga ahli yang dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. “Jika memang membutuhkan tenaga ahli, mengapa tidak memanfaatkan sumber daya internal yang sudah ada? Ini justru terkesan seperti pemborosan,” ujarnya.

Garuda Indonesia hingga kini masih terbebani utang besar setelah restrukturisasi yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan penerbangan nasional ini sebelumnya harus menjalani berbagai langkah penyelamatan untuk tetap bertahan di tengah tekanan finansial.

Namun, kebijakan penggajian tenaga ahli yang melebihi batas regulasi justru menciptakan kesan bahwa Garuda Indonesia tidak serius dalam menjalankan efisiensi.

“Kalau seperti ini, Garuda menuju kebangkrutan atau tinggal tunggu waktu saja. Karena pengeluaran duit Garuda hanya untuk gaji karyawan eks Lion saja,” kritik Uchok.

Ia menegaskan bahwa jika kebijakan penggajian di Garuda Indonesia tidak segera dievaluasi, maka kondisi perusahaan akan semakin memburuk.

“Itu pecat saja Direktur Utama Garuda. Belum bisa menguntungkan perusahaan, tapi jor-joran menggaji tenaga ahli dan dua protokol istri Dirut dari uang perusahaan. Itu memang Garuda perusahaan nenek moyang loe, sehingga seenaknya saja ngasih duit ke staf dan istri Dirut,” pungkas Uchok.

Hingga berita ini diturunkan, Garuda Indonesia belum memberikan klarifikasi resmi terkait isu ini. Publik menanti langkah tegas dari Kementerian BUMN untuk menegakkan aturan dan memastikan bahwa kebijakan efisiensi berjalan sesuai dengan semangat transparansi dan akuntabilitas.(*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry