Sekretaris Jenderal (Sekjen) GNPF Ulama Edy Mulyadi

SURABAYA | duta.co – Presiden Pertama Negara Republik Indonesia, Ir Soekarno dikenal sebagai sosok yang sangat menjunjung tinggi Baginda Nabi Muhammad SAW. Dalam ‘Kisah Istimewa Bung Karno’ diceritakan, tahun 1955 Bung Karno bertandang ke Kota Madinah. Saat itu ia disambut dan ditemani Raja Saudi.

Begitu sampai Madinah, pertama kali yang ditanyakan Bung Karno adalah makam Kanjeng Rasulullah SAW. “Di mana makam beliau, wahai Raja?” begitu kalimat pertama yang keluar dari Bung Karno.

Raja Saudi menjawab: “Oh itu makam Rasulullah SAW, sudah terlihat dari sini”.

Maka saat itu juga Presiden Ir Soekarno melepaskan seluruh atribut-atribut kepangkatan. Raja Saudi pun menjadi heran, lalu bertanya: “Kenapa Anda melepaskan itu semua?”

Dijawab dengan tegas: “Yang ada di sana itu Rasulullah SAW, pangkatnya jauh lebih tinggi dari kita, aku dan dirimu,” jawab Bung Karno. Seketika itu, Bung Karno berjalan merangkak sampai ke makam Baginda Nabi Agung Muhammad SAW.

Cerita ini disampaikan Sayyid Husein Muthahar yang banyak menciptaan lagu-lagu perjuangan seperti: Hari Kemerdekaan 17 Agustus tahun 45, Hymne Pramuka, Syukur, dll. Dia saat itu yang ikut bersama Bung Karno. Maka, kalau sekarang Bung Karno dibandingkan dengan Nabi Muhammad, pastilah Sang Proklamator ini menangis di alam kubur.

“Kalau Bu Suk(mawati) membandingkan Bung Karno dengan Nabi Muhammad SAW, itu bukan levelnya. Apalagi selesihnya sudah 14 abad lamanya. Tidak Apple to Apple. Bahwa Bung Karno Proklamator RI, yes. Tetapi, Bung Karno tidak sendiri, ada Bung Hatta, M Natsir, Ki Bagus, Kasman, Teuku Umar, Ct Nyak Dien dan masih banyak lagi tokoh-tokoh kemerdekaan,” jelas Sekretaris Jenderal (Sekjen) GNPF Ulama Edy Mulyadi dalam rekaman video yang sampai ke redaksi duta.co, Rabu (20/11/2019).

Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF), lanjut Edy Mulyadi, tetap akan melaporkan kasus ini ke polisi. Ini pelanggaran pasal Pasal 156a, penodaan terhadap agama. Persis dengan apa yang dilakukan Ahok.

“Ini bukan yang pertama. Sebelumnya dari mulut yang busuk itu, konde dibandingkan jilbab, kidung dibandingkan suara adzan. Ini sudah kelewatan,” jelasnya.

Bagaimana kalau laporan polisinya mandul? “Kita berharap polisi bekerja peofesional dan proporsional. Jangan tebang pilih. Jangan sampai kalau rekayasa video itu menyerang ulama, maka, ulamanya dikejar-kejar. Ini yang menimpa Habib Rizieq Syihab. Sementara kalau menyasar orang lain, justru yang membuat video dikejar-kejar. Ini yang terjadi sekarang,” jelasnya.

Menurut Edy Mulyadi, polisi yang baik itu adalah sebagai abdi negara, karena seluruh biaya dari negara. Dibayar rakyat. Jangan menjadi abdi kekuasaan. Permintaan rakyat itu, sederhana, seperti jargon polisi, dilindungan dan diayomi.

“Ini juga sesuai dengan program Promoter polisi.  Profesional, Moder dan Terpecaya,” tegasnya.

Di sisi lain Edy Mulyadi mengambil sisi positif kasus ini. “Kita bersyukur, kasus Busuk(mawati) ini membuat umat Islam kembali bangkit, menyatu. Banyak yang lapor secara individu. Dengan demikian, tidak ada alasan polisi untuk berhenti di tengah jalan,” tambahnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry