Ketua Harian PPKN (Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah), H Tjetjep Muhammad Yasin (FT/duta.co)

SURABAYA | duta.co – Ketua Harian PPKN (Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah), H Tjetjep Muhammad Yasin, menjelaskan, bahwa, kini mulai banyak tokoh NU daerah, baik struktural maupun kultural, yang ingin dialog soal pentingnya penegakan khitthah NU.

“Diam-diam mereka (tokoh NU daerah) galau melihat NU sudah cetho welo-welo masuk kubangan politik praktis. Termasuk sibuk dengan urusan teroris. Tetapi, sebagian lagi menganggap tidak masalah, bahkan, lepasnya Rois Aam PBNU sebagai Wapres, dianggap sebagai berkah, kemajuan NU. Ini harus menjadi pintu masuk pembenahan NU,” demikian Gus Yasin, panggilan akrab H Tjetjep Muhammad Yasin kepada duta.co, Sabtu (3/4/21).

Menurut Gus Yasin, tidak semua tokoh NU mampu melihat bahaya NU saat ini. Mengapa? Karena di era percepatan teknologi seperti sekarang ini, pikiran orang lebih tersita pada urusan dunia, urusan harta, urusan jabatan atau kekuasaan.

“Lihalah! Orang sudah tidak lagi berpikir halal-haram. Semua dicarikan dalil, sehingga boleh. Terus terang, kami (PPKN) khawatir penyakit ini menyerang NU, akibatnya organisasi ini ikut-ikutan menjadi stempel kekuasaan, larut dalam politik praktis berebut jabatan, sebagaimana jargon mutakhirnya, NU sebagai ashabul qoror (pemangku kebijakan red.),” tegasnya.

Masih menurut Gus Yasin, sudah tak terhitung (dirinya) ‘dilabrak’ tokoh-tokoh NU terkait pernyataannya sebagai Ketua Harian PPKN. Terbaru, katanya, soal wahabi yang (katanya) harus dihabisi.

“Banyak tokoh NU yang tanya, mengapa PPKN tidak mendukung pernyataan Ketua Umum PBNU yang ingin agar Wahabi – sebagai pintu masuk teroris – dihabisi? Saya jawab, mau dihabisi seperti apa? Dibunuh? Apakah Wahabi-Wahabi itu harus dibunuh? Apakah kita (NU) sudah tak sanggup melawan dengan hujjah naqliyah?” tegas Gus Yasin sambil melempar tanya.

Soal Wahabi, lanjutnya, itu sudah ada sejak zaman almaghfurlah KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah. Bahkan, lahirnya NU diantaranya untuk melawan doktrin salah Wahabi. Tetapi, yang perlu dicatat, NU tidak pernah dan tidak perlu minta Wahabi dihabisi. Apalagi dengan kekuatan senjata, tidak.

“Tidak perlu menghabisi wahabi dengan pendekatan senjata. Sekarang ini, NU sudah memiliki 45 ma’had aly, Kampus Khusus Pesantren Berbasis Kitab Kuning dengan puluhan ribu santri-santri hebat. Mereka ini siap menjaga NKRI, siap melawan doktrin salah Wahabi. Lihatlah, bagaimana Habib Rizieq Shihab melawan doktrin Wahabi? Dengan ilmu, bukan kekerasan,” tegasnya.

Selain itu, Gus Yasin mengaku heran, karena masih ada tokoh NU yang bertanya soal di mana pelanggaran khitthah, ketika Rois Aam PBNU mengambil jabatan Wapres. Mereka kemudian menyoal buku ‘Kesimpulan Tebuireng’.

“Masih ada yang ngotot itu bukan pelanggaran khitthah, karena Rois Aam dalam posisi mundur. Selain itu, katanya, ini panggilan negara untuk menghadapi kelompok garis keras,” jelas Gus Yasin mengisahkan keluhan dari seorang tokoh NU.

Ini, ujarnya, pandangan yang harus diluruskan. “Bukankah Rois Aam itu sudah terikat baiat menjaga organisasi? Dalam AD/ART NU Bab XVI Pasal 51 ayat (4) ditegaskan Rois Aam dan Wakil Rois Aam, termasuk Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum … Tidak diperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik. Ini persoalan serius bagi organisasi,” tegas pengacara senior ini.

Bagaimana kalau mundur? “Itu satu-satunya alasan yang, tidak bisa dihalangi. Karena hak warga negara. Tetapi, di sini, organisasi dirugikan. Sudah begitu, faktanya Wakil Rois Aam naik menjadi Rois Aam tanpa melalui MLB (Muktamar Luar Biasa). Padahal, mestinya, Wakil Rois Aam itu, baru bisa naik menjadi Rois Aam ketika Rois Aam berhalangan tetap, wafat misalnya. Ini tidak. Lebih ironi lagi, Rois Aam yang mundur itu, ternyata naik posisi menjadi Mustasyar PBNU. Lalu di mana AD/ART organisasi ini?” urai alumni PP Tebuireng, Jombang ini.

“Itulah sebabnya, PPKN siap menjelaskan, bahwa, NU (sekarang) dalam kondisi bahaya. Organisasi ini sedang dalam bancakan politik praktis. Kalau tidak diselamatkan, bukan hanya nahdliyin yang dirugikan, melainkan NKRI. Mengapa? Karena NU itu adalah bagian penting dari soko guru NKRI,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry