“Memaksa ungkapan ‘Jin Buang Anak’ ke ranah hukum, akan menurunkan kredibilitas POLRI. Maka wajar, jika nantinya akan muncul kesan terjadi kriminalisasi terhadap aktivis Islam yang kontra rezim.”

Oleh : Eggi Sudjana Mastal

DALAM diskusi Catatan Demokrasi, Selasa, 25 Januari 2022, di TVONE ,  sebagai salah satu narasumber, penulis telah menegaskan bahwa ungkapan ‘Jin Buang Anak’ bukan pidana. Sebagai Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), penulis perlu sampaikan hal ini kepada publik, juga terkhusus kepada aparat penegak hokum, agar tidak tertuduh melakukan kriminalisasi kepada aktivis, yang kebetulan berseberangan dengan pemerintah dalam isu Ibu Kota Negara (IKN).

Perumpamaan ‘jin buang anak’ merupakan logat yang umum dikenal oleh masyarakat Betawi. Khususnya yang tersebar di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, hingga Bekasi (Jabodetabek).

Depok saja, dulu, terkenal dengan tempat jin buang anak, bahkan Bekasi juga begitu. Ungkapan ini sama sekali tidak bermasalah secara hukum. Dalam pendekatan AZAS LEGALITAS HUKUM PIDANA , BAHWA SESEORANG TIDAK DAPAT DIPIDANA , BILA TIDAK HUKUM YANG MENGATURnya ( pasal 1 ayat 1 KUHP ) .

Kalau ungkapan ‘Jin Buang Anak’ dipersoalkan secara hukum, sudah pasti ada ratusan hingga ribuan orang masuk PENJARA karena menggunakan idiom ini juga nenek moyang kita siapa yang pertama ungkapan “JBA” itu ??? Pasti sudah wafat, maka berdasar pasal 78 Kuhp , orang yg sudah mati , maka putus semua perkaranya ,jadi bgm mau dituntut ??

Ungkapan Jin Buang Anak juga ditujukan pada lokasi IKN, menujukan Tempat  yang JAUH SEKALI DARI JAKARTA . IKN ITU BELUM DIFASILTASI SEBAGAI SUATU IBU KOTA SEPERTI JKT . Bahkan bagaimana layak IKN merupakan kawasan hutan, pertambangan batubara, yang penuh dengan lobang bekas tambang. Jadi ungkapan TJBA itu Bukan ditujukan kepada Suku, Agama, Ras, Golongan, atau Etnis tertentu.

Baru kemudian penulis ketahui melalui buku kajian yang diterbitkan WALHI, lahan IKN tersebut mayoritas dikuasai pengusaha Jakarta. Ada Sukanto Tanoto, Hasyim Jojohadikusumo, Reza Herwindo, Luhut Binsar Panjaitan hingga Yusril Ihza Mahendra , sudi kiranya KPK perhatikan hal ini dan periksa atuh!

Kembali ke masalah Edy Mulyadi, ungkapan yang disampaikannya merupakan kritik sosial terhadap rencana pindah ibukota yang UU baru saja disahkan 18 Januari yang lalu. Terhadap UU ini, Dien Syamsuddin dan sejumlah tokoh lainnya berencana mengajukan JR ke MK, juga perlu dicermati zaman Soekarno sudah ada UU NO 10 THN 1964 TENTANG IBU KOTA   YAITU DJAKATA .

Ungkapan Jin Buang anak tidak dapat diproses dengan ketentuan pasal 28 ayat (2) jo pasal 45A ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan UU nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Mengingat, ujaran yang disampaikan bukan ditujukan kepada suku, agama, ras atau golongan. Ungkapan atau idiom tersebut, ditujukan kepada masyarakat yang ada di Jakarta, untuk menggambarkan tempat lokasi IKN yang jauh, sepi bahkan seram (karena lokasi hutan dan tambang batubara yang meninggalkan banyak lubang).

Ungkapan Jin Buang Anak tidak dapat diproses dengan dengan ketentuan pasal 14 atau 15 Tentang Tindak Pidana dari UU NO 1 THN 1946 . Sisi lainnya  mengingat,  lokasi IKN yang dijelaskan memang jauh dari Jakarta, dan dikuasai para taipan, lokasinya yang sepi adalah itulah  FAKTA bukan kabar bohong or Hoax .

Ungkapan Jin Buang Anak juga tidak dapat diproses dengan pasal 16 UU No 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Mengingat, Edy Mulyadi tidak pernah menunjukkan ke­bencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskrim­inasi ras dan etnis tertentu.

Edy Mulyadi dalam paparannya, mengajukan kritik atas lokasi IKN yang terdiri dari kawasan hutan, perkebunan, dan tambang yang dikuasai taipan di Jakarta, yang jauh, sepi dan angker. Lokasi ini menurut WALHI dikuasai oleh Sukanto Tanoto, Hasyim Jojohadikusumo, Reza Herwindo, Luhut Binsar Panjaitan hingga Yusril Ihza Mahendra.

Jadi, hemat penulis penyidik dapat berperan untuk memediasi agar perkara bisa selesai secara musyawarah dan mufakat, sebagai juga menerapkan SE KAPOLRI THN 2021 BULAN FEBRUARI TTG PELANGGARAN DARI UU ITE . Apalagi, Edy Mulyadi telah menunjukkan itikad baik dengan mengajukan permohonan maaf kepada masyarakat Kalimantan dengan berulang di acara tvone  tsb .

Memaksa ungkapan ‘Jin Buang Anak’ ke ranah hukum, akan menurunkan kredibilitas POLRI. Maka wajar, jika nantinya akan muncul kesan terjadi kriminalisasi terhadap aktivis Islam yang kontra rezim.

Lebih-lebih di tengah tidak berdayanya Polri menegakkan hukum kepada Arteria Dahlan dari PDIP, yang jelas-jelas telah merendahkan bahasa Sunda juga plat no mbl nya lima sama semua pemberian dari Polri . Semoga, catatan kecil ini bisa menjadi pertimbangan Polri agar dapat bertindak presisi. [].

*Eggi Sudjana Mastal adalah Ketua Umum Tim Pembela Ulama dan Aktivis ( TPUA ) .

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry