JAKARTA | duta.co – Tampil memukau. Tampak pimpinan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Fraksi PKS se-Indonesia, begitu serius mengikuti jalan cerita Ki Dalang H Sujiwo Tedjo yang memerankan lakon ‘Brajadentist Mbalelo’, dalam acara Konsolidasi Nasional dan Bimteknas pimpinan PKS bertajuk ‘Semangat Transformasi dan Kolaborasi’, Rabu (23/3/22) malam.

“Terima kasih kepada PKS yang akan menampilkan ‘barang haram’ ini (diam sejenak red). Tidak, guyon-guyon. Karena Ustad Basalamah tidak pernah ngomong (haram) begitu,” demikian Ki H Sujiwo Tedjo, langsung mengundang gelak tawa hadirin.

Menurut Sujiwo Tedjo, banyak kisah perang dalam pewayangan. “Saya mau kasih tahu, bahwa, apa yang sedang PKS alami sekarang, (ini merupakan) perang yang keberapa? Yang kita ketahui, dalam pewayangan itu, hanya perang Bharatayuda Jayabinangun. Itu hanya perang keempat. Leluhur kita mengatakan, ada dua belas perang di dalam hidup ini. Dan ini akan dialami setiap orang, setiap kelompok, atau bahkan setiap negara,” jelasnya.

Yang pertama, jelasnya, perang guru dan murid. Entah karena perbedaan madzhab. Entah itu karena murid ingin menandingi gurunya.  Itulah yang awal akan kami pentaskan. Yaitu perang Pamuksa, sebuah perang antara Kerajaan Hastinapura dan Kerajaan Pringgadani. Antara Prabu Pandu Dewanata dan Prabu Tremboko.

“Saya juga sering waktu di SMA kadang melawan guru juga, terutama dalam pelajaran matematika,” demikian selingan Ki Sujiwo Tedjo.

Yang kedua, perang antara kiai (ulama) dan ksatria (tentara). Perang Guntoro Yono. Tidak tahu, apakah PKS pernah mengalami ini, atau tidak. Keempat, Perang Gojali Suto, perang besar dalam dunia pewayangan antara orangtua dengan anak, perang bapak dengan anak.

“Nah (ada juga) perang Bharatayuddha, itu perang saudara, perang ke 12,” singkat Ki Sujiwo Tedjo.

Ia menjelaskan, bahwa, sebetulnya kehidupan Pandu dan Prabu Tremboko ini, sangat rukun. Terutama sebelum muncul Sengkuni, tukang adu domba. “Tidak tahu, dari partai apa sengkuni itu. Jadi, sengkuni atas nama Prabu Pandu di Astina, diam-diam menyabar virus, di Pringgadani. Virus ini sangat mematikan, lebih dari covid. Karena, barang siapa yang terpapar virus itu, pinginnya korupsi terus. Sengkuni membuat seolah-olah yang nyebar virus itu Pandu, padahal ini kreatifitas dia (Sengkuni) sendiri,” jelasnya.

Teroris Sesungguhnya

Masih menurut Ki Sujiwo Tedjo, siapa terkena virus itu, pingin korupsi, dan menjadi negatif. “Kalau dikasih minyak goreng, dia timbun. Nah, ketika terjadi perang, Prabu Tremboko ini terang-terangan menuduh Pandu menyebar virus. Sayangnya, waktu itu, pandu sedang tidak ada di Istina, sedang wisata dengan istrinya,” urainya.

Eh, ternyata, sang istri, “Wanita ini, ingin naik kendaraan Banteng, (maaf Mbak Mega). Dan secara tidak sengaja, Pandu menuruti perintah istrinya. Mungkin karena bukan anggota PKS, sehingga istri itu berani sama suami,” katanya mendapat sambutan gerr hadiri.

Maka, terjadilah perang, dan Pandu pun menyesal, karena penjelasan dan permintaan maafnya, justru Sengkuni putarbalik menjadi tantangan. Faktanya, Pandu juga menyadari, bahwa, muridnya begitu kuat. Perang bringas terjadi. Setelah Prabu Tremboko terkapar oleh Keris (Astini) Pulanggeni, tidak lama, giliran sejata Raksasa bernama keris Kiai Kalanadah, membuat Pandu tersungkur.

Sebelum mati, Pandu segera memanggil anak-anaknya, Pandawa. Pesannya sangat jelas: “Anak-anakku, Pandawa: Bima, Puntadewa, Arjuna, Nakula, Sadewa, pesanku kepadamu, kalau nanti ada perbedaan pendapat, jangan engkau serahkan kepada Sengkuni. Yang jelas taatlah kepada konstitusi. Konstitusi Astina. Sebetulnya, teroris sebenarnya adalah mereka yang ingin mengubah konstitusi. Aku duwe putro konco penggenar wayang (saya memiliki teman, penggemar wayang red.) , namanya Boy Rafli Amar, Ketua BPNT, mbok ya (kita berharap), yang niat mengubah undang-undang  konstitusi, itu ditangkap oleh Tim Densus 88,” jelasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry