SURABAYA | duta.co – Utang BPJS Kesehatan terus menumpuk. Di Jawa Timur saja, dari 325 rumah sakit, utangnya tembus Rp 2,5 triliun. Bisa dibayangkan, betapa besar di skala nasional. April kemarin, BPJS Kesehatan bayar utang Rp11 triliun, itu pun duit ‘talangan’ APBN, alias gali lubang.

Untuk menekan utang, BPJS Kesehatan bakal punya senjata baru, Instruksi Presiden soal sanksi publik. Kepala BPJS Kesehatan Fachmi Idris, menyebut Presiden Jokowi sedang membuat Instruksi Presiden soal sanksi publik yang akan diberikan kepada mereka yang menunggak.

“Soal nunggak, terus tak bisa urus SIM, tak bisa urus paspor dan kredit bank. Itu selama ini hanya menjadi tekstual, tapi eksekusinya belum seperti itu. Kenapa? Karena di peraturan publik itu tidak ada di BPJS tapi lembaga lain,” begitu Fachmi kepada wartawan pada Forum Merdeka Barat Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019).

Lucunya, Fachmi berharap masyarakat mengerti dan memahami situasi yang dialami oleh BPJS Kesehatan saat ini. Tentu saja instruksi tersebut menurutnya tidak bertujuan menyulitkan masyarakat. Padahal, fakta lapangan, ekonomi masyarakat ini sedang nyungsep.

Tapi apa kata Fachmi? “Instruksi ini sebenarnya simpel. Kita tidak usah melakukan pendekatan hukum atau apa, lebih ke sistem aja jadi nanti master data dari BPJS, diintegrasikan di kepolisisan, imigrasi, perbankan, jadi setiap akan melakukan pelayanan publik dilihat ‘oh ini nggak bisa bu karena di sini Anda belum bayar iuran’, nah itu yang kita tunggu dari Inpres ini,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes, Kalsum Komaryani, mengatakan soal ‘hukuman’ kepada penunggak iuran BPJS Kesehatan sebelumnya sudah dibahas dan disusun di 14 Peraturan Presiden tentang jaminan kesehatan soal pengenaan sanksi administratif.

“Terkait PP ini, memang sekarang sedang digodok ya untuk merapatkan instruksi presiden yang memang tujuannnya untuk mengoptimalkan lagi jumlah cakupan JKN dan juga memaksa kolektibilitas iuran terjaga,” pungkas Kalsum sebagaimana dilansir detik.com.

Kondisi Rakyat yang Kian Menjerit

Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi terus nyungsep di kuartal III-2019 yang resmi ditutup seiring bulan September berakhir.

Tren pertumbuhan menurun memang tengah terjadi di tahun ini. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2019 tumbuh sebesar 5,05 persen.

Sementara itu, sejumlah pihak sudah menyampaikan rasa pesimistis ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas 5 persen di kuartal III-2019.

Sekuritas-sekuritas besar asing juga memproyeksikan ekonomi Indonesia bakal nyungsep. Seperti JP Morgan Chase yang memprediksi ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,9 persen, sedang Deutsche Bank memperkirakan di level 4,8 persen.

Analis ekonomi politik, Kusfiardi menilai ada dua kementerian yang bertanggung jawab atas pelemahan ekonomi tanah air.

Keduanya adalah Kementerian Keuangan yang dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kementerian Perdagangan yang dipimpin Enggartiasto Lukita.

“Sri Mulyani cs gagal dalam mengelola potensi keuangan negara,” terangnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (7/10).

Sementara Enggar, kata Kusfiardi, terlalu gemar melakukan impor. Kebijakan itu tidak hanya melemahkan ekonomi rakyat, tapi juga membuat rakyat menjadi malas berproduksi lantaran produknya kalah dengan barang impor yang dihadirkan. (dtc,rmol)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry