SUMENEP | duta.co –Wakil Ketua MPR-RI Hidayat Nur Wahid mengajak tokoh dan masyarat Madura untuk menjaga dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Bagi umat Islam yang mayoritas di Indonesia, Pancasila mengandung prinsip religiusitas, toleransi, peradaban, keadilan hukum, gotong royong, solidaritas dan kebersamaan.

Ini merupakan warisan perjuangan dari para tokoh bangsa dari kalangan politisi maupun para Ulama, termasuk tokoh Ulama Madura yakni Syaikhona Khalil melalui para murid dan pengikutnya seperti KH Hasyim Asyari, KH A Dahlan, KH Mas Mansoer dll.

Menjaga dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila itu amat penting, karena masih saja ada sekelompok orang yang memperjuangkan dan menghidupkan kembali ideologi yang bertentangan dengan Pancasila seperti liberalisme, kapitalisme, separatisme, atheisme, komunisme, radikalisme dan terorisme.

Sekalipun sekarang menggunakan gaya baru. Komunisme misalnya, tidak melakukan pemberontakan, namun melalui pemolesan sejarah maupun pengaburan sejarah pemberontakan PKI terhadap pemerintah RI yang sah.

Bersatulah

Banyak Pimpinan AD (Angkatan Darat), Ulama, kiai dan Santri yang dibunuh PKI saat pemberontakan dan kudeta untuk kuasai negara dan ubah ideologi Pancasila menjadi Komunisme. Tetapi mereka sekarang justru tampil menjadi korban.

“Pemutarbalikan dan pengaburan sejarah seperti itu, harus dilakukan koreksi. Ini mudah dilakukan kalau warga Indonesia termasuk Umat Islam bersatu padu memahami sejarah dan mengamalkan Pancasila dengan sebenarnya,” demikian Hidayat dalam Kegiatan Sosialisasi 4 Pilar MPR-RI secara hybrid di Kabupaten Sumenep, Sabtu (25/9/2021).

Prakarsa acara ini Yayasan Dakau Lamak, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur. Turut hadir H Ahmad Machsuni perwakilan Bupati Kabupaten Sumenep, Ketua Yayasan Dakau Lamak Dr Hidayaturrahman, Wakil Ketua MUI Sumenep, Ketua DPW PKS Jawa Timur Irwan, Ketua DPD PKS Kabupaten Sumenep, beserta Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda dan Tokoh Nelayan Madura.

HNW, panggilan akrab Hidayat Nur Wahid, menjelaskan, selain mengatasi masalah komunisme, masyarakat juga perlu paham dan komitmen terkait 4 pilar MPRRI, agar selalu dapat waspada dan bersama Negara bisa mengatasi tantangan zaman seperti dampak Covid-19, persaingan global, tantangan OPM di Timur, penggerogotan kedaulatan Indonesia di laut Natuna Utara, dll.

Ia mengajak warga Indonesia, khususnya Umat Islam , mayoritas mutlak penduduk Indonesia, untuk mengingat dan menghargai dan meneladani para Ulama di antaranya Syaikhona Khalil dan muridnya yakni KH. Hasyim Asyari yang melahirkan resolusi Jihad, sebagai fatwa bagi para santri dan Kyai untuk berjuang mempertahankan keutuhan Indonesia dengan menerima Pancasila dan perubahan sila 1 nya.

Serta mempertahankan kemerdekaan bagi Indonesia dari penjajahan kembali Belanda. Para Ulama telah memberikan contoh yang sudah terpatri dalam sejarah bahwa dalam kondisi apa pun Umat Islam tetap berada di garda terdepan dalam menghadapi berbagai tantangan dan serangan terhadap Pancasila dan NKRI.

“Jangan sampai Umat Islam terpecah belah dan mau berhadapan dengan Pancasila. Karena hadirnya Pancasila seperti sekarang ini justru merupakan peran besar selain dari Bapak-bapak Bangsa dari kalangan Nasionalis Kebangsaan, juga dari kalangan Nasionalis Agama seperti para Ulama dari NU, Muhammadiyah, Partai Islam, serta para Habaib,” urainya.

“Karenanya, wajar dan harus bagi umat Islam meletakkan Pancasila sesuai dengan 5 prinsip tujuan ber-Islam. Sementara PKI, tidak terlibat mempersiapkan Indonesia Merdeka dengan Pancasilanya, UUD 45nya, NKRInya, tapi justru 2 kali melakukan pemberontakan yang akan mengubah dasar negara Pancasila dengan ideologi Komunisme,” tambahnya.

HNW juga menyampaikan bahwa sosialisai 4 pilar bukan hanya untuk Rakyat, melainkan juga Pemerintah, agar Pemerintah menjalankan amanah dari Undang-Undang Dasar NRI 1945 seperti melindungi segenap bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum dan menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jika terlaksana, maka jeritan para petani garam, petani cabai, petani padi seharusnya tidak terjadi, apalagi sampai berurusan dengan polisi akibat jeritan yang menuntut kehadiran dan keadilan dari Pemerintah tersebut.

Tidak Ada Usulan Ubah Konstitusi

Masih kata HNW, saat ini memang sedang mengemuka usulan perubahan Undang-Undang Dasar, di antaranya dalam rangka memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan memperpanjang masa jabatan Presiden.

HNW juga menjelaskan, bahwa perubahan UUD adalah hak konstitusional sebagaimana isi UUD 1945 (psl 37 ayat 1,2) yaitu untuk mengubah UUD harus secara tertulis oleh sekurang-kurangnya 1/3 MPR atau 237 orang Anggota MPR.

Menurutnya, sampai hari ini tidak ada satu pun anggota MPR yang mengajukan usulan tersebut, sehingga isu perubahan UUD yang beredar lebih banyak beredar oleh relawan, lembaga survey atau para pengamat politik. HNW yang merupakan Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menyebutkan, bahwa perubahan UUD untuk penambahan tegas menolaknya karena mencederai semangat reformasi.

Pasal 7 UUD, katanya, mengenai pembatasan masa jabatan Presiden adalah tuntutan Reformasi, maka itulah pasal yang pertama kali mengalami perubahan oleh MPR, sehingga Presiden hanya bisa menjabat 5 tahun maksimal selama 2 periode.

“Itulah semangat Reformasi. Jangan sampai kita berkhianat, dan kami di MPR tegak lurus dengan spirit Reformasi dan ketentuan Konstitusi, karenanya MPR sama sekali tidak mempunyai agenda untuk mengubah Pasal 7 UUD tersebut.

Dengan demikian semua memahami bahwa Pancasila dan UUDNRI 1945, adalah cita-cita Proklamasi dan Reformasi yang harus tegak lurus. Keteladanan Bapak Bangsa termasuk dari Almaghfurlah Syaikhana Chalil dapat terus hadir, bahkan bagian dari perjuangan murid beliau seperti KH Hasyim Asyari dan KHA Dahlan.

“Ini sudah ada pengakuan Pemerintah dengan anugerah gelar Pahlawan Nasional, sangat wajar bila Guru mereka yaitu Syaikhana Chalil juga mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah,” pungkasnya. (*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry