Buku KH Misbach Mustofa yang mewanti-wanti warga NU agar tidak terlilit bunga bank. Ada yang minta buku ini dibedah kembali. (FT/MKY)

“Rupanya oleh NU tersebarnya perusahaan riba ini dianggap kurang begitu meluas. Maka, dengan dalih akan meningkatkan kesejahteraan hidup anggotanya, orang-orang NU mengadakan BPR yang jumlahnya tidak sedikit,” demikian Mbah Misbach.

Oleh: Mokhammad Kaiyis

GEGER soal bunga murah mengingatkan kita pada sosok Almaghfurlah KH Misbach Mustofa atau lebih dikenal, Mbah Misbach. Saya pernah dikasih buku tipis (30 halaman) oleh beliau. Judulnya: ‘BPR NU Dalam Tinjauan Al-Quran, Sebuah Tanggapan dalam Tanya Jawab’, terbit 1990. Pengantar, Saiful Asyhad, SH.

Mbah Misbach memberi buku itu untuk dibaca dan disosialisasikan. Saya sudah baca, tetapi, kurang mengabarkan. Hampir 30 tahun buku itu tidak terlihat. Sekarang, saat warga NU ramai dengan bunga murah, ‘berkat’ MoU (Memorandum of Understanding) antara PBNU dengan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) senilai Rp1,5 triliun, buku itu muncul lagi.

Banyak teman minta buku itu dibedah, agar warga NU bisa menyerap kembali fatwa beliau mengenai bunga bank, meski, murah meriah. Alasan lain, warga NU sekarang kesulitan menemukan sosok seperti Almaghfurlah KH Misbach Mustofa. Setelah KH Mohammad Ahmad Sahal Mahfudh wafat, nyaris tidak ada yang bisa ‘menjewer’ kita, soal kelewat cinta dunia. Pinjaman lunak Rp1,5 triliun jadi bukti nyata.

Masih ingat kita. Ketika warga NU bersuka cita dengan berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Nahdlatul Ulama (BPR NU), ternyata, sebaliknya bagi Mbah Misbach. Pendiri Pondok Pesantren Al-Balagh, Bangilan, Kabupaten Tuban ini, justru merasa sedih.

Dalam buku itu, kesedihan dan doa-doa Mbah Misbach, ditulis dalam bentuk tanya jawab bersama Kiai Muayyad bin Abdul Fadhol, Senori. Kalimat-kalimatnya jelas, lugas, mudah dipahami.

Berikut tiga cuplikan (awal) tanya jawab yang menukik ‘jantung’ masalah umat.

Kiai Muayyad (MYD): Bagaimana pendapat Pak Kiai tentang BPR NU?

Mbah Misbach (MIS): Yang kamu tanya itu, apanya? Kira-kira dapat berjalannya ataukah tentang hukumnya?

Kiai Muayyad (MYD): Maksud saya BPR NU itu dapat berjalan terus apa tidak?

Mbah Misbach (MIS): Karena sesuatunya (sarana dan prasarananya) sudah siap, mungkin dapat berjalan dengan baik. Tetapi, karena kami menganggap BPR NU itu usaha riba, maka, kami berdoa sekuat hati, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada umat Islam Indonesia, sehingga BPR NU itu tidak berjalan.

Kiai Muayyad (MYD): Mengapa Pak Kiai berdoa demikian?

Mbah Misbach (MIS): Ingat sabda Nabi Muhammad SAW:

إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ رواه الحاكم عن ابن عباس

Artinya:

Apabila zina dan riba telah tersebar di suatu negara, maka penduduk negara itu telah menempatkan diri pada siksa Allah. (Hadits sahih riwayat Al-Hakim dari Ibnu Abbas)

Pada saat ini sudah sedemikian meluas perzinaan, baik di kota-kota maupun di desa-desa. Demikian pula ‘perusahaan’ riba. Rupanya oleh NU tersebarnya perusahaan riba ini dianggap kurang begitu meluas. Maka, dengan dalih akan meningkatkan kesejahteraan hidup anggotanya, orang-orang NU mengadakan BPR yang jumlahnya tidak sedikit. Menurut rencana (kalau tidak salah) tahun 2000 akan berdiri BPR-BPR NU di setiap kecamatan di seluruh Indonesia.

Demikian pula Muhammadiyah, yang menurut pendengaran kami, juga akan membentuk BPR-BPR di cabang-cabangnya. Oleh orang-orang ‘intelek akhirat’, tindakan dua oragnisasi ini dianggap sebagai upaya mempercepat turunnya siksaan Allah atau bencana umum di negara kita. Tetapi, mereka tidak dapat berbuat apa-apa, karena pendirian BPR-BPR ini diizinkan oleh pemerintah, dan dilakukan oleh orang-orang yang tergabung di dalam Nahdlatul Ulama (NU), bahkan dianjurkan.

Orang-orang ‘intelek akhirat’ ini hanya bisa berdoa dan menangis, Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan belas kasihnya dan ampunan-Nya kepada umat Islam Indonesia, sehingga tidak terjadi bencana umum seperti yang terjadi di negara-negara lain sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW tersebut.

Itulah, tiga point ‘tanya jawab’ Kiai Muayyad dengan Mbah Misbach ini, yang kini menjadi kenyataan. Bahwa Allah SWT menyelamatkan bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, lebih khusus lagi warga NU dari ‘perusahaan’ riba.

Doa beliau, agar BPR NU tidak berjalan, menjadi benar. Kini, lahir bank-bank yang menerapkan sistem syariah. Terlepas apakah bank-bank syariah itu memunuhi unsur syariat atau tidak, yang jelas, mulai tumbuh kesadaran bersama akan bahaya riba.

Semoga fatwa-fatwa Mbah Misbach bersama Kiai Muayyad melalui bukunya ‘BPR NU Dalam Tinjauan Al-Quran, Sebuah Tanggapan dalam Tanya Jawab’, menjadi amal jariyah. Alfaatihah! (*)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry