(ki-ka) Pengurus harian GAPPRI, AR. Adi Harnadi, Ketua GAPPRI Henry Najoan, Ketua GAPERO Surabaya, Sulami Bahar saat memberikan keterangan kepada media, Jumat (8/5/2020). DUTA/istimewa

SURABAYA l duta.co – Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengaku keberatan jika pemerintah mewajibkan dilakukan rapid test bagi perusahaan padat karya.

Karena diakui Ketua GAPPRI Henry Najoan hal itu akan menambah beban biaya di tengah pandemi Covid-19 ini.

Henry mengakui, pihaknya mengapresiasi upaya-upaya Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk penanganan dan pencegahan Covid-19.

Namun, surat Pemerintah Kabupaten Bojonegoro nomor   440/183d/412.202/2020, per tanggal 5 Mei 2020, perusahaan diwajibkan untuk melakukan rapid test untuk seluruh karyawan dengan biaya masing-masing perusahaan.

“GAPPRI menyatakan keberatan atas instruksi Pemerintah Kabupaten Bojonegoro tersebut. Kami juga meminta Ibu Gubernur Khofifah dapat memberi arahan dan meluruskan Pemerintah kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Jawa Timur untuk tidak mewajibkan pengusaha melakukan Rapid Test untuk pekerjanya,” tegas Henry Najoan dalam rilisnya, Jumat (8/5/2020).

Surat itu, kata Henry bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 dengan tidak mensyaratkan melakukan rapid test.

Dalam kajian GAPPRI, biaya rapid test untuk karyawan tentunya sangat membebani perusahaan terutama di masa wabah Covid-19. Pasalnya, industri hasil tembakau (IHT) saat ini tengah dihadapkan dengan kondisi sangat berat, dimana Covid-19 berdampak negatif terhadap bisnis, mulai dari sisi pasokan bahan baku, produksi, distribusi hingga penurunan penjualan.  “Kewajiban rapid test Covid -19 hanya semakin membebani perusahaan,” tegasnya.

Apalagi, kata Henry Najoan, menghadapi lebaran yang sebentar lagi tiba, di mana IHT masih mempunyai kewajiban lain yang harus dipenuhi yaitu Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri untuk pekerja.  “Karena itu, kewajiban rapid test Covid-19 sekali lagi dapat mengganggu kemampuan perusahaan untuk menunaikan kewajiban membayar THR,” terang Henry.

Sebelumnya, IHT  sudah dibebani kenaikan cukai melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/ PMK.010/ 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 146/ PMK.010/ 2017 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Berdasarkan kajian GAPPRI atas PMK 152/2020, kenaikan cukai 23% dan Harga Jual Eceran (HJE) 35% berpotensi mengalami penurunan penjualan sampai akhir tahun sebesar 15%. “Belum lagi dampak dari pandemic yang menurut estimasi kami, mulai Maret 2020 sampai akhir tahun terjadi penurunan penjualan antara 30 – 40%!,” cetus Henry.

Henry menegaskan bahwa pemerintah telah menentukan siapa saja yang diprioritaskan untuk dilakukan Rapid Test Corona (Covid-19), yakni orang yang telah kontak dekat pasien positif baik yang dirawat di RS maupun yang mengisolasi diri di rumah, serta tenaga kesehatan (Nakes), mengingat mereka adalah orang yang sering kontak dekat dengan pasien.

GAPPRI juga merujuk himbauan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Bahwa dengan keterbatasan alat rapid test yang ada, hendaknya penggunaan diprioritaskan pada ODP/PDP maupun pasien dengan indikasi Covid-19.

Apabila perusahaan diwajibkan melakukan rapid test Covid-19 pada karyawannya, maka akan meningkatkan permintaan alat rapid test secara drastis.  “Kondisi ini malah akan menciptakan lonjakan harga dan kelangkaan, yang malah menimbulkan masalah baru dan membebani Pemerintah dalam penanggulangan wabah Covid-19,” ujarnya.

Menurut Henry, sejauh ini anggota GAPPRI  sudah menjalankan protokol kesehatan dengan ketat. Diantaranya adalah dengan pemberian jarak antar pekerja, penyediaan fasilitas dan sarana sanitasi dan kebersihan diri, meliburkan pekerja dengan risiko tinggi dengan honor yang tetap dibayarkan, hingga kesediaan untuk menutup pabrik untuk waktu tertentu apabila ditemukan pekerja yang tertular.

Lebih lanjut dikatakan Henry, di tengah wabah Covid-19 ini, adalah penting bagi perusahaan agar tetap dapat beroperasi dengan memberlakukan protokol kesehatan secara ketat. “Hal ini agar dapat menjaga keberlangsungan hidup perusahaan dan para pekerja, menggerakkan roda perekonomian daerah dan nasional, serta mendukung program pemerintah untuk menangani wabah Covid-19,” katanya.

Karena itu, GAPPRI berharap seyognya pemerintah kota/kabupaten tidak mewajibkan pengusaha melakukan rapid test terhadap karyawannya dengan tujuan untuk menghindari keresahan karyawan dan pengusaha,

“Besar harapan kami agar Ibu Gubernur dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjamin kepastian berusaha di tengah penanganan wabah Covid-19 di Provinsi Jawa Timur,” pungkas Henry. end/ril

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry