“Komunisme, paham anti agama, anti Tuhan ini merupakan bahaya laten yang terus-menerus mengancam eksistensi NKRI. Ini adalah musibah agama, musibah bagi umat beragama. Jauh lebih besar dampaknya dibanding musibah Covid-19.”

Oleh Luthfi Bashori*

IMAM Ibnu Abi Dunya, menerangkan, bahwa, Syah Suriah berkata: Aku terdakang terkena musibah kecelakaan, dan ketika aku tertimpa musibah itu, aku malah bersyukur kepada Allah atas empat hal.

“Pertama, aku bersyukur karena hanya sedemikian itu musibah yang aku alami. Padahal Allah swt sesungguhnya mampu menimpakan musibah yang jauh lebih besar.  Kedua, aku bersyukur karena diberi oleh Allah kesabaran atas musibah itu. Ketiga, aku diilhami oleh Allah swt bisa mengucap Inna lillahi wa inna ilaihi rajiuun, sehingga aku dapat pahala. Keempat, aku bersyukur kepada Allah swt karena musibahnya bukan masalah agama dan keyakinan.”

Demikian disampaikan Syah Suriah. Di antara musibah yang terbesar bagi seseorang adalah musibah dalam agamanya. Karena musibah agama adalah musibah dunia dan akhirat yang terbesar, kerugiannya juga sangat besar, sedikit pun tidak ada keuntungan bagi kita.

Apa itu musibah agama? Yaitu hilangnya keimanan kepada Allah atau sesatnya keyakinan dan lunturnya keislaman. Naudzubillah, semoga Allah swt menjauhkan musibah itu.

Hari ini, kita dihadapkan dengan lahirnya Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Sebagaimana telah dikaji banyak pakar Hukum Tata Negara, kalau sampai RUU HIP ini  disahkan, maka Indonesia bakal terkena musibah terbesar dan maha dahsyat, karena RUU HIP akan menjadi pintu masuk bangkitnya paham komunis di tengah masyarakat.

Komunisme, paham anti agama, anti Tuhan ini merupakan bahaya laten, bahaya yang tersembunyi dan terus-menerus mengancam eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ini adalah musibah agama, musibah bagi umat beragama. Jauh lebih besar dampaknya dibanding musibah Covid-19.

Belum lagi kalau kita putar kembali, rekaman kelam masa lalu. Di mana komunisme di Indonesia, pernah mengelompok dalam sebuah partai, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI), tercatat dalam sejarah sebagai kelompok pengkhianat bangsa.

Demi kekuasaan, PKI tak segan-segan membatai para jenderal, membunuh dengan sadis para kiai dan santri. Dan ingat!  Peristiwa atau tragedi itu terjadi bukan sekali dua kali, tetap beberapa kali. Maka, membiarkan kebangkitan PKI, sama halnya dengan membiarkan kebangkitan para pengkhianat bangsa.

Karena itu, demi NKRI, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pemeritah telah melarang bangkitnya komunisme (PKI) melalui Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1966:

“PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNYATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG DISELURUH WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAGI PARTAI KOMUNIS INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENYEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU AJARAN KOMUNIS/MARXISME-LENINISME.”

Ketetapan ini, oleh oknum PKI, dari masa ke masa sering diotak-atik, bahkan sudah berkali-kali diupayakan agar dicabut dari undang-undang negara, entah itu lewat lembaga DRP/MPR, atau lewat lembaga kepresidenan.

Namun, Alhamdulillah bangsa Indonesia terutama umat Islam, tetap waspada, dan selalu melawan bilamana ada tangan-tangan jahat yang akan berkhianat untuk mencabut atau menghapus larangan PKI dari undang-undang negara.

Bersyukur kita, belakangan, sejumlah kiai kultural NU membahasnya lebih luas. Demi masa depan NKRI, masa depan umat beragama, maka, pintu-pintu kebangkitan PKI harus ditutup rapat. Kebijakan-kebijakan yang dinilai rawan ‘disusupi’ PKI, seyogyanya dicabut kembali.

Kontroversi tentang Pancasila, Trisila, Ekasila, sampai Harlah Pancasila 1 Juni, 22 Juni atau 18 Agustus, menjadi perdebatan publik. Kebijakan pemerintah menentukan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila pun, tak lepas dari perbincangan umat.

Semua itu, tentu, tidak lepas dari ikhtiar untuk menutup sekecil-kecilnya peluang kebangkitan PKI. Sehingga bangsa Indonesia ini bisa terhindar dari musibah besar, musibah dunia akhirat karena manyangkut agama dan keyakinan. Semoga Allah swt menyelamatkan Indonesia, NKRI dan Pancasila. Amin(*)

KH Luthfi Bashori, adalah Pengasuh Pesantren Ribath Al Murtadla Al Islami Singosari, Malang. Aktivis dakwah Islam di berbagai negara.

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry