Siswa –siswi SMA Ta'miriyahSurabaya saat melihat Kitab Suci Al-Quran yang berusia ratusan tahun yang dibuat secara tradisional Koleksi  Indonesian Islamic Art Museum di ajang Indoneisa Shari'a Economic Festifal (ISEF) 2017 yang berlangsung di Grand City Surabaya, (9/11). DUTA/Wiwiek Wulandari

 

SURABAYA | duta.co  – Pondok pesantren (ponpes) tidak hanya pusat kegiatan belajar agama. Namun, ponpes bisa dijadikan pusat kemandirian ekonomi. Hal itu terungkap dari beberapa ponpes yang hadir dalam ajang Indonesia Shari’a Econimic Festival (ISEF) 2017 yang digelar di Grand City Convex Surabaya yang terangkum dalam diskusi Keunikan Kemandirian Ekonomi Pesantren, kemarin.

Empat pengurus Ponpes yaitu Biyati Ahwarumi, CEO Perekonomian Ponpes Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur. Fauziah Fauzan El Muhammady, Direktur Perguruan Diniyyah Puteri, Padangpanjang, Sumatera Barat. Kemudian Jafar Aras dari Ponpes As’asdiyah, Sengkang, Sulawesi Selatan dan HAM Achmad Hasan Mas’ud dari Ponpes RM Ell Firdaus, Cilacap, Jawa Tengah.

Biyati Ahwarumi, dari Ponpes Sunan Drajat, mengungkapkan, sejak Ponpes ini buka, mereka hanya memiliki batu gamping. “Batu gamping yang ada di sekitaran pondok. Kemudian kami manfaatkan, hingga berkembang seperti sekarang ini. Kami kembangkan lahan gamping sekitarnya untuk ditambang. Kemudian dananya dimanfaatkan pengembangan ponpes. Meningkat ke pengembangan ekonomi lainnya. Seperti berdagang, beli truk, alat berat dan lainnya,” cerita Biyati.

Kemandirian ekonomi pesantren ini juga dengan memanfaatkan jaringan. Jaringan alumni, jaringan wali santri, dan lain sebagainya. “Hal itu cukup membantu kami. Jaringan ini tidak sekedar memberikan bantuan langsung, tapi juga bantuan pelatihan usaha, pengembangan usaha dan sejenisnya, hingga kami ada pendapatan secara mandiri,” tambah Achmad Hasan dari Ponpes RM Ell Firdaus, Cilacap.

Hal itu diakui dua pembicara lainnya. Mereka mengungkapkan keunikan kemandirian ekonomi yang disampaikan. Sementara itu, para pengunjung Syaria Fair dan peserta talkshow, banyak yang merespon materi tersebut. Diantara mereka adalah santri dari Ponpes yang tertarik untuk pengembangan ponpes yang mereka tinggali untuk seperti ponpes dengan keunikan ekonominya itu.

“Saya ingin ponpes saya juga punya keunikan ekonominya. Selama ini hanya jualan produk umum saja. Apa yang bisa kami lakukan untuk mendapatkan pengembangan ekonomi yang lebih masif lagi?,” tanya peserta talkshow yang mengaku berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan.

Para narasumber secara bergantian memberikan jawaban bila semuanya kembali ke potensi di daerah masing-masing. “Tidak harus sumber daya alam di sekitarnya. Sumber daya santrinya juga bisa dikembangkan. Tidak harus produk, jasa atau potensi lainnya bisa dikembangkan,” jawab Jafar Aras dari Ponpes As’asdiyah, Sengkang, Sulawesi Selatan.

Menurutnya untuk mengembangkan potensi diri santri, harus dilihat sejak dini. Dimana kemampuan yang bisa dikembangkan dibantu oleh para ustad/ustadzahnya yang memantau para santri di asrama selama 24 jam. “Kemudian dipetakan dan selanjutnya kami dorong untuk dikembangkan. Misalnya santri yang sebelumnya pendiam, tidak berani bicara, kami beri penanganan khusus dengan kasih sayang secara bertahap selama satu-dua hingga tiga bulan,” cerita Fauziah.

Hasilnya, salah satu santri yang harus mengalami kondisi itu, berhasil mengembangkan dirinya dalam waktu cepat, hingga dia bisa mendapatkan beasiswa robotik ke Jepang. “Jadi bila santri ada keinginan ke Jepang, Maroko, atau Mesir, kami akan didik mereka, dorong mereka, hingga keinginannya terwujud. Kami sudah tidak ada lagi santri nakal, santri pintar, santri juara, santri unggulan, tidak. Semua sama. Kami sudah empat tahun menghapus ratusan jenis hukuman, dan hasilnya 75 persen, santri berhasil,” jelas Fauziah. end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry