Bangganya Siswi SMKN 1 Sidoarjo Bisa Tampil di Surabaya Fashion Parade 2019

SURABAYA | duta.co – Ada yang menarik saat jumpa pers hari terakhir gelaran Surabaya Fashion Parade 2019, Minggu (28/4).

Dari deretan para desainer berbagai daerah ada satu ‘anak kecil’ malu-malu duduk di bagian pinggir kursi para desainer top.

Dia memakai celana putih dan atasan hitam. Dipadu kerudung putih dan sneaker hitam putih. Cukup serasi dengan tampilan black and white. Kelihatan sudah mulai mengerti mode.

Walau malu-malu tali dia terlihat tidak minder duduk bersama pakar-pakar mode Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Denpasar dan sekitarnya.

Bahkan ketika tiba gilirannya berbicara, dia tampil percaya diri. Seorang model maju dan berdiri di depan para undangan yang hadir.

Dia mengenakan baju atasan warna hijau lumut yang terlihat segar. Modelnya juga kekinian.

“Ini salah satu dari 12 karya kami yang akan tampil di acara ini. Kami adalah siswa kelas 12 dari SMKN 1 Buduran Sidoarjo. Ada 134 siswa satu angkatan tapi yang dipilih cuma 12,” ujarnya percaya diri.

Kadak kusuk para undangan mulai terdengar. “Bagus sekali rancanganya. Siswa SMK lo. Keren,” ujar Hadi Reksa, pemerhati mode di Surabaya.

Usai jumpa pers, diketahui siswi yang tampil penuh percaya diri itu adalah Karina Septia Kusuma. Dia menghadiri acara jumpa pers mewakili teman-temannya di jurusan tata busana khususnya  fashion design.

Didampingi gurunya Dwiana Sri Marfasih, Karina yang diterima di jurusan tata busana Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu mengaku bangga bisa tampil di SFP 2019.

“Membayangkannya saja tidak pernah. Tapi  tampil di catwalk super megah seperti ini adalah mimpi semua orang yang bergelut di bidang mode,” ujar Karina.

Dikatakan Karina, baju-baju yang tampil di ajang SFP 2019 ini adalah tugas akhir siswa kelas 12.

Ada empat tema yang ditampilkan sesuai dengan tema besar dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yakni Singularity untuk Indonesia tahun 2019/2020.

Empat tema itu adalah Exuberant (karakter kemanusiaan yang dinamis dan cerdas), Neo Medieval (pola pikir yang menjadikan kemajuan teknologi sebagai sebuah paradoks dalam konsep singularity).

Ada Svarga (trend ini mewakili potensi kemanusiaan yang inklusif dan berempati pada latar belakang kultural) dan Cortex (trend yang mewakili sistem dasar yang mendistrupsi kehidupan dalam singularity).

“Baju-baju kami itu sudah mengikuti ujian kompetensi dasar di sekolah,” tandas Karina.

Dwiana Sri Marfasih, guru desain pola dan jahit SMKN 1 Buduran mengatakan tampilnya 12 baju rancangan anak didiknya itu tidak lepas dari peran Alphiana salah seorang desainer asal Surabaya.

Alphiana-lah yang meminta para guru agar hasil karya siswa bisa ikut tampil di SFP 2019.

hasil karya yang tidak kalah dengan desainer terkenal. DUTA/endang

“Tapi kami harus seleksi dulu agar memang yang terbaik yang bisa tampil. Karena memang tempat dan waktunya terbatas,” ujarnya.

Diakui Dwiana, selama ini siswa jurusan tata busana di SMKN 1 Buduran memang banyak diincar industri fashion. Sudah banyak desainer, rumah mode yang meminta lulusannya agar bisa bekerja di tempat mereka.

“Ada pula anak didik itu yang bekerja sendiri, buka jahitan atau rumah mode sendiri,” tukasnya.

Memang selama ini, jurusan tata busana SMKN 1 Buduran selain merujuk pada program kurikulum pemerintah, mereka juga memiliki kurikulum sendiri yang diberinama project work. Di sini siswa mempersiapkan karya mulai dari desain hingga peragaannya.

“Sehingga anak didik itu benar-benar keluar sudah bisa matang di bidang ini walau tidak lagi melanjutkan ke perguruan tinggi,” tandasnya. end