“Cermati pula, di mana Presiden Soekarno pada tanggal 7 Mei 1953 atas permintaan Ketua Umum PB HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) ketika itu A Dahlan Ranuwihardjo menyampaikan Kuliah Umum di Universitas Indonesia (UI) berjudul “Negara Nasional dan Cita-cita Islam”.”

Oleh Prihandoyo Kuswanto

PRESIDEN Joko Widodo meminta semua pihak agar memisahkan persoalan politik dan agama. Menurut Presiden, pemisahan tersebut untuk menghindari gesekan antarumat. Selain itu, katanya, ada gesekan kecil-kecil, seperti karena Pilkada, karena Pilgub. “Pilihan bupati, pilihan wali kota, inilah yang harus kita hindarkan,” kata presiden saat meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Jumat (24/3/2017), sebagaimana berita Antara.

Pernyataan presiden yang ingin memisahkan agama dan politik, perlu dicermati dan menjadi kajian holistic kita, sebab negara ini memang bukan negara agama, tetapi negara ini jelas, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, peran agama tidak bisa dihapus begitu saja. Mungkin saja Pak Presiden lupa, bahwa, ketika ia diambil sumpah jabatan sebagai presiden pun, melibatkan agama, sumpah sesuai dengan agama.

Jadi? Sejarah Indonesia benar-benar tidak bisa dipisahkan dengan Agama. Mengapa? Karena agama itulah yang mendorong bangsa Indonesia merdeka. Dimulai dari kesadaran menjadi manusia yang bermartabat, tidak mau dijajah. Ini dimotori  Sarekat Dagang Islam, kemudian berubah menjadi Sarekat Islam yang dipimpin HOS Tjokroaminoto.

Di atas podium Kongres Sarekat Islam di Bandung pada 17-24 Juni 1916, Hadji Oemar Said (H.O.S.) Tjokroaminoto berorasi dengan nada tinggi. Pemimpin Besar Sarekat Islam ini berseru tentang ide kemerdekaan bagi bangsa Hindia (Indonesia). Gagasan itu disebutnya dengan istilah zelfbestuur atau pemerintahan sendiri.

“Orang semakin lama semakin merasakan, baik di Nederland maupun di Hindia, bahwa zelfbestuur sungguh diperlukan,” demikian lantang Tjokroaminoto di hadapan ratusan peserta kongres yang datang dari seluruh penjuru negeri.

Kesadaran menjadi bangsa yang merdeka dengan organisasi modern dimulai dari Sarekat Islam, kemudian lahirlah pergerakan pergerakan kebangsaan yang mulai sadar, ingin terlepas dari belenggu penjajahan .

Pada tanggal 28 Oktober 1928 dicetuskan sumpah pemuda. “Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Tujuan dari sumpah pemuda adalah mengangkat harkat dan martabat rakyat Indonesia Asli.

Bung Karno pun lantang: Tetapi kita mendirikan negara ‘semua buat semua’, ‘satu buat semua’, ‘semua buat satu’. Saya yakin syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan. Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk memelihara agama. Kita, saya pun, adalah orang Islam, — maaf beribu-ribu maaf, keislaman saya jauh belum sempurna, — tetapi kalau saudara-saudara membuka saya punya dada, dan melihat saya punya hati, tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam.” Demikian pidato Bung Karno 1Juni 1945.

Ketika para pendiri bangsa ini mencari dasar Negara, tidak hanya soal soal duniawi saja yang menjadi pikiran, tetapi Indonesia harus mampu membawah rakyatnya bahagia lahir bathin, bukan sekedar pembangunan fisik. Oleh sebab itu, dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya jelas tertulis “Bangunlah Jiwanya Bangunlah badannya untuk Indonesia Raya”.

Artinya kalau membangun jiwa jelas tidak terlepas dari nilai nilai agama apa pun. Jadi bangsa ini adalah bangsa yang religius setiap keputusannya selalu mohon kepada Allah mohon pada Tuhan. Kemerdekaan Indonesia juga atas berkat dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka, rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Pun, dalam membentuk UUD 1945 juga minta petunjuk Allah. Cuplikan pidato Bung Karno di sidang PPKI, bunyinya begini: ”Alangkah keramatnja, toean2 dan njonja2 jang terhormat, oendang2 dasar bagi sesoeatoe bangsa. Tidakkah oendang2 sesoeatoe bangsa itoe biasanja didahoeloei lebih doeloe, sebeloem dia lahir, dengan pertentangan paham jang maha hebat, dengan perselisihan pendirian2 jang maha hebat, bahkan kadang2 dengan revolutie jang maha hebat, dengan pertoempahan darah jang maha hebat, sehingga sering kali sesoeatoe bangsa melahirkan dia poenja oendang2 dasar itoe dengan sesoenggoehnja di dalam laoeatan darah dan laoetan air mata.

Oleh karena itoe njatalah bahwa sesoeatoe oendang2 dasar sebenarnja adalah satoe hal jang amat keramat bagi sesoeatoe rakjat, dan djika kita poen hendak menetapkan oendang2 dasar kita, kta perloe mengingatkan kekeramatan pekerdjaan itoe.

Dan oleh karena itoe kita beberapa hari jang laloe sadar akan pentingnja dan keramatnja pekerdjaan kita itoe. Kita beberapa hari jang laloe memohon petoendjoek kepada Allah S.W.T., mohon dipimpin Allah S.W.T., mengoetjapkan: Rabana, ihdinasjsiratal moestaqiem, siratal lazina anamta alaihim, ghoiril maghadoebi alaihim waladhalin.

Dengan pimpinan Allah S.W.T., kita telah menentoekan bentoek daripada oendang2 dasar kita, bentoeknja negara kita, jaitoe sebagai jang tertoelis atau soedah dipoetoeskan: Indonesia Merdeka adalah satoe Republik. Maka terhoeboeng dengan itoe poen pasal 1 daripada rantjangan oendang2 dasar jang kita persembahkan ini boenjinja: “Negara Indonesia ialah Negara Kesatoean jang berbentoek Republik”.

Cermati pula, di mana Presiden Soekarno pada tanggal 7 Mei 1953 atas permintaan Ketua Umum PB HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) ketika itu A. Dahlan Ranuwihardjo menyampaikan Kuliah Umum di Universitas Indonesia (UI) berjudul “Negara Nasional dan Cita-cita Islam”.

Bung Karno menguraikan kedudukan Pancasila dan Islam dengan mensitir pernyataan Mohammad Natsir: “Tentang kedudukan Pancasila dan Islam, aku tidak bisa mengatakan lebih daripada itu dan mensitir Saudara Pemimpin Besar Masyumi, Mohammad Natsir. Di Pakistan, di Karachi, tatkala beliau mengadakan ceramah di hadapan Pakistan Institute for International Relation beliau mengatakan bahwa Pancasila dan Islam tidak bertentangan satu sama lain.”

Di bagian lain pidatonya Bung Karno menegaskan, “….sebagai Presiden Republik Indonesia, tidak sekejap mata pun aku mempunyai lubuk pikiran di belakang kepalaku ini melarang kepada pihak Islam untuk menganjurkan mempropagandakan cita-cita Islam.”

Ia pun mengajak pihak nasionalis supaya jangan salah paham atau mempunyai pengertian yang salah terhadap Islam atau cita-cita Islam mengenai kemasyarakatan dan kenegaraan.

Menurutnya, kita mempunyai Undang-Undang Dasar yang dengan tegas berdiri di atas dasar Pancasila, yang salah satu daripadanya ialah dasar demokrasi, musyawarah, bukan mana suara yang terbanyak adalah benar.

Akhir akhir ini rupanya Islam pohbia menjadi marak, ada lagi pernyataan menteri Agama yang menyepadankan suara adzan dengan gongongan Anjing menjadi gejolak di seantero negeri, belum lagi para buzer yang anti terhadap Islam menjadikan negara ini tidak lagi berpedoman terhadap nilai nilai Pancasila. Apalagi kemudian ada upaya memisahkan politik dan Agama, maka, seharusnya para elit belajarlah  sejarah bangsa Indonesia. Tidak ada Islam, maka, tidak ada Resolusi Jihad yang dengan Resolusi jihad mengobarkan perang di Surabaya 10 Nopember 1945 yang membuka mata dunia, di mana  Jendral Malaby sebagai panglima perang dunia, mati oleh Bonek Arek Surabaya.

Begitu juga sejarah TNI. TNI harus sadar, tidak ada Laskar Laskar Islam seperti Hizbulloh, Hizbuwaton, Sabilillah, tidak ada TNI. Sebab laskar Islamlah yang menjadi embrio TNI. Bahkan Panglima Jendral Soedirman adalah seorang Ustad.

Nah, jika kita ingin membuat Indonesia aman dan damai, kembalikan tujuan bernegara. Rakyat harus bahagia lahir-bathin. Tidak ada jalan lain kecuali kembali pada UUD1945 dan Pancasila. Karena keadaan porak poranda seperti sekarang ini, adalah akibat dari sikap kita yang berkhianat terhadap berkat Rahmad Tuhan Yang Maha Esa. (*)

*Prihandoyo Kuswanto adalah Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry