KH Bukhori Yusuf, Ketua IPNU Ancab Pecangaan dan Ranting Karangrandu, Jepara tahun 1986 yang menjadi politisi PKS. (FT/pks.id)

JAKARTA | duta.co – Mafia bisnis kesehatan masih berjubel di tengah pandemi Covid-19. Setelah banyak yang memelototi PCR swab test dan Antigen swab test, kini mereka bergeser ke kebijakan karantina. Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, KH Bukhori Yusuf sudah mendesak, agar pemerintah cepat mengevaluasi kebijakan karantina.

Mengapa? Ini lantaran mencuat dugaan mafia karantina hotel yang mengorbankan Warga Negara Indonesia (WNI) pelaku perjalanan Internasional.

Ketua IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) Anak Cabang Pecangaan dan Ranting Karangrandu, Jepara tahun 1986 itu, telah menerima laporan adanya tindakan penentuan hotel tertentu oleh oknum petugas di bandara kepada pelaku perjalanan internasional setibanya di bandara.

Anggota Komisi Kebencanaan ini meminta manajemen kebijakan karantina oleh Satgas Covid-19 dilakukan secara transparan.

Sarjana Ilmu Hadits dan Studi Islam dari Universitas Islam Madina, Saudi Arabia itu, juga mendorong kebijakan isolasi terpusat (isoter) atau karantina di hotel tidak dikonsentrasikan di hotel tertentu demi menghindari tudingan adanya ‘main mata’ antara petugas satgas dan pelaku bisnis.

“Jangan hanya hotel dengan peringkat tertentu saja, misalnya hotel bintang tertentu. Kami memandang yang benar-benar diperlukan adalah ketersediaan fasilitas isolasi yang memadai dan kemudahan bagi pendatang internasional untuk mengakses karantina yang sesuai dengan kemampuan budget,” tegasnya.

Dan, “Kami mendukung karantina sebagai suatu aturan wajib kita tegakan, akan tetapi jangan ada upaya memeras, tipu daya, maupun penetapan secara sepihak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga menodai kebijakan penanganan pandemi,” tukas politisi PKS ini.

Masih menurut kiai muda ini, tidak semua WNI yang tiba dari luar negeri memiliki kemampuan finansial yang memadai. Memaksa WNI, khususnya yang berkemampuan ekonomi lemah, untuk mengambil paket karantina yang terlanjur dipatok dengan harga tinggi adalah tindakan yang tidak manusiawi.

“Alih-alih memperoleh simpati dari masyarakat, kebijakan mitigasi risiko ini justru akan mendulang kecaman, tidak hanya dari WNI, tetapi juga dari WNA sehingga menimbulkan citra buruk di mata internasional,” warningnya.

Sudah Bicara dengan BNPB

Berkenaan dengan hal itu, demikian Bukhori melanjutkan, Komisi VIII DPR RI sebenarnya telah mendesak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selaku unsur Satgas Covid-19 untuk membereskan praktik mafia karantina tersebut saat Rapat Kerja yang lalu, Senin (13/12/2021).

“Kami sudah meminta BNPB selaku unsur strategis dalam Satgas Covid-19 untuk segera menindaklanjuti dugaan ini. Segera lakukan evaluasi dan koreksi secara menyeluruh terhadap temuan yang dinilai menyimpang. Jika benar terbukti, praktik mafia karantina ini mesti segera diberantas dari akar hingga pucuknya!,” tegasnya.

Selain itu, Legislator Dapil Jawa Tengah 1 ini meminta BNPB menjelaskan secara wajar dan terbuka harga semua hotel yang telah ditetapkan untuk menjadi tempat karantina.

“Jangan sampai orang itu hanya dikebiri atau laiknya membeli kucing dalam karung. Itu tidak tepat dan tidak wajar. Dalam situasi mencekam seperti ini yang terdampak keras akibat pandemi itu rakyat, bukan hanya pengusaha saja,” kritiknya.

Anggota Baleg ini menambahkan, regulasi yang berorientasi pada pelindungan dan keselamatan rakyat tidak boleh dinodai dengan masuknya pengaruh kartel. Keberadaan kartel terbukti menimbulkan masalah baru karena, patut diduga, menjadi penyebab melonjaknya tarif hotel di atas harga yang wajar.

“Bayangkan! Tarif hotel yang awalnya Rp600.000,- per malam atau Rp350.000,- per malam meroket menjadi Rp800.000,- hingga Rp1.200.000,-. Ini tidak bisa dilihat semata-mata tentang persoalan tarif hotel yang membuat kita mengernyitkan kening, tetapi patut diduga ada kartel yang ikut bermain, ada calo-calo di situ. Calo yang tidak resmi sehingga membuat rakyat semakin menjerit. Saya berharap masalah tersebut segera diakhiri, dan saya mendukung kinerja rekan media untuk mengekspos isu ini hingga menjadi perhatian banyak pihak,” ucapnya serius.

Bukhori menggarisbawahi, praktik lancung dibalik kebijakan pandemi sehingga berdampak pada bertambahnya beban rakyat. “Walaupun demikian, saya juga meyakini bahwa masih ada pelaku bisnis yang mengutamakan praktik jujur dan transparan walaupun bisnis belum sepenuhnya pulih,” tutupnya. Pungkas alumni Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA), Jakarta ini. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry