“BPIP rupanya salah dalam memahami Pancasila dan sudah seharusnya diluruskan kalau tidak ingin negara ini pecah.”

Oleh Prihandoyo Kuswanto

MUNGKIN kita masih ingat, Orde Baru dengan Asas Tunggal Pancasila-nya. Semua yang bertentangan dengan Pancasila disikat, bahkan semua orang dikursus P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), kemudian diberi sertifikat.

Sekarang, di mana negara sedang menjalankan liberalisasi kapitalisme, tiba-tiba ada yang merasa paling Pancasilais. Setelah itu dengan begitu mudah menstigma Islam sebagai Islam radikal, Islam khilafah, musuh Pancasila.

Keadaan seperti ini, membuat Pusat Studi Rumah Panca Sila prihatin, ini menandakan mereka tidak paham betul, Pancasila itu apa?

Kalau kita menyitir teori negara, misalnya salah satu teori yang amat terkenal, teori Marx. Maka, Karl Marx berkata bahwa negara adalah sekadar satu organisasi. Organisasi kekuasaan (macht organisatie). Begitu kata Marx.

Sementara Lenin, komunis yang terkenal, lebih populer lagi mengisahkan, bahwa, pernah orang bertanya kepada Tovarich Lenin, tentang apa negara ? Lenin menjawab “de staat is een knuppel” (negara adalah pentung). Dalam benak kaum Marxist, memang, negara adalah satu pentung.

Negara adalah macht organisatie, kata Marx sendiri. (organisasi kekuasaan daripada satu kelas yang berkuasa). Organisasi kekuasaan ini bisa dipakai untuk mementung ke luar, juga dapat dipakai untuk mementung ke dalam.

Soekarno dan Negera

Bagaimana dengan Soekarno dan Indonesia sebagai negara? Kata Soekarno untuk menyelamatkan bangsa ini, kita punya Republik Indonesia, kami menggambarkan negara ini dengan cara yang populer, yaitu menggambarkan gambaran wadah, agar supaya bangsa Indonesia mengerti bahwa wadah inilah yang harus dijaga jangan sampai retak.

Dan, wadah ini bisa selamat alias tidak retak, jikalau wadah ini didasarkan di atas dasar yang kunamakan Pancasila. Maka dibuatlah daripada elemen-elemen yang tersusun daripada Pancasila.

Misal, gelas terbuat dari gelas, cangkir terbuat dari porselen, keranjang terbuat dari anyaman bambu, periuk terbuat daripada tanah, belanga terbuat daripada tanah atau tembaga.

Wadah kita yang bernama negara ini, terbuatlah hendaknya daripada elemen-elemen yang tersusun dari Pancasila.

Sebab, jikalau wadah ini hanya terbuat daripada elemen-elemen itu saja, dan hanya kalau wadah ini ditaruhkan di atas dasar Pancasila, maka wadah ini tidak retak, tidak pecah.

Oleh karena itu, aku (Bung Karno red) masih yakin baiknya Pancasila sebagai dasar negara. Ini wadah bisa diisi, dan memang wadah ini telah terisi masyarakat.

Masyarakat ini yang harus mengisi. Orang Islam, isilah masyarakat ini dengan Islam. Orang Kristen, masukkanlah kekristenan di dalam masyarakat ini. PNI yang berdasar di atas marhaenisme, isilah masyarakat ini dengan marhaenisme, dengan satu masyarakat yang berdasar dengan marhaenisme. Masyarakatnya yang harus mengisi.

Berikut kalimat-kalimat Bung Karno yang patut direnungkan bersama:

………” PNI tetaplah kepada azas Marhaenisme. Dan PNI boleh berkata justru karena PNI berazas Marhaenisme, oleh karena itulah PNI mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara.

Tetapi jangan berkata PNI berdasarkan Pancasila. Sebab jikalau dikatakan Pancasila adalah ideologi satu partai, lalu partai-partai lain tidak mau……”
.
……..”Oleh karena itu aku ulangi lagi. Pancasila adalah dasar negara dan harus kita pertahankan sebagai dasar negara jika kita tidak mau mengalami bahaya besar terpecahnya negara ini. (Soekarno)

Saudara-saudara.
Tempo hari aku menggambarkan dengan tamzil lain, ini wadah diisi air, engkau mau apa, airnya diisi dengan warna apa, warna hijau, ya isilah dengan hijau air ini. Engkau senang warna merah, isilah dengan warna merah. Engkau senang dengan warna kuning, isilah air ini dengan warna kuning. Engkau senang kepada warna hitam, isilah air ini dengan warna hitam.

Airnya yang harus diisi, bukan wadahnya. Wadahnya biar tetap dengan berdasarkan Pancasila, tetap terbuat daripada elemen-elemen Pancasila ini. Sebab bilamana tidak, maka wadahnya retak. Kalau retak, bocor. Bisakah kita mengisikan air di dalam beker yang retak? Tidak!

Bisakah kita mengisikan susu di dalam beker yang retak? Tidak! Oleh karena itu kita harus jaga jangan sampai wadah ini retak…….”

Salah Kaprah

Rupanya pengusung RUU HIP kini diubah menjadi RUU BPIP, tidak memahami apa itu Pancasila. Sehingga Pancasila mau ditarik ke ideologi, semua rakyat mau di-ideologikan Pancasila. Padahal Pancasila itu dasar dari wadah dan, wadah itu bisa berisi syariah Islam bagi umat Islam, Syariah Hindu, Budah bagi umat Hindu Budah, Syariah Kristen, Katolik, bagi yang beragama Kristen Katolik. dll

Pemahaman yang salah dengan melahirkan RUU BPIP atau RUU HIP yang ingin seluruh masyarakat di-Pancasilakan, ini lebih parah dari zaman Asas Tunggal Pancasila di zaman Orde Baru.

BPIP ini ini nanti bisa menjadi alat pukul bagi siapa saja yang tidak ber-ideologi Pancasila.
Padahal Pancasila bukan ideologi, melainkan dasar negara yang didalam wadah itu menampung semua elemen.

BPIP rupanya salah dalam memahami Pancasila dan sudah seharusnya diluruskan kalau tidak ingin negara ini pecah.

Yang harus Pancasilais itu, ya negaranya. Jangan seperti sekarang, negara menggunakan sistem liberal kapitalisme, terus mau membuat Pancasila sebagai alat pemukul, bukankah ini sebuah kontradiksi, justru telah berkhianat terhadap pikiran Bung Karno soal Pancasila. (*)

Prihandoyo Kuswanto adalah Ketua Pusat Studi Rumah Panca Sila.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry