Rektor Uinsa Prof Masdar Hilmy (kanana) menerima piagam dari MURI, Kamis (12/9). DUTA/endang

SURABAYA | duta.co –  Menjadi investor saham sebuah perusahaan terbuka yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), ternyata tidak  harus memiliki uang yang banyak. Dengan sampah pun, hal itu bisa diwujudkan.

Buktinya, apa yang dilakukan mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (Uinsa).  Sebanyak 5 ribu mahasiswa saat ini sudah memiliki rekening efek dan sudah memiliki saham beberapa perusahaan hanya dengan menyetor sampah ke bank sampah yang ada di kampusnya.

Assalam, begitu nama program nabung saham dengan sampah yang ada di Uinsa ini. Dan Kamis (12/9), program ini diresmikan oleh Rektor Uinsa Prof Masdar Hilmy bersama legislator Indah Kurnia, Direktur PT BEI, Hasan Fauzi dan perwakilan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).

Karena program ini mendapatkan penghargaan dari MURI sebagai aksi nabung saham dengan sampah terbesar di Indonesia.

Inisiator Assalam, Dr Fatmah, ST,MM mengatakan program ini sudah berlangsung sejak  enam bulan lalu.

Di mana setiap mahasiswa yang ingin bergabung menyetorkan barang bekas yang bisa diolah ke bank sampah. Biasanya yang disetor mahasiswa itu botol air mineral, serta kertas-kertas bekas makalah yang sudah disetujui dosen.

Setiap delapan botol air mineral ukuran 1,5 liter dihargai Rp 3.000. Sementara untuk kertas sesuai dengan timbangan per kilogramnya. Dalam sehari, bank sampah Assalam ini menerima 3.600 botol air mineral. Belum lagi kertas dan sejenisnya.

Setoran barang bekas ke bank sampah itu akan dicatat dalam rekening masing-masing.

“Jika sudah memenuhi untuk membuka rekening efek, kita bukakan. Kan minimal Rp 100 ribu untuk buka rekeni efek. Setelah itu, kalau tabungannya sudah cukup, kita belikan saham yang harga murah. Biasanya 24 botol air mineral sudah bisa membeli satu lot saham Mami (emiten yang ada di bursa,red),” ujar Fatmah.

Awal membuka Assalam ini, kata Fatmah, dengan target semua mahasiswa fakultas ekonomi bisnis (FEB) Uinsa yang berjumlah 2 ribu lebih. “Tapi ternyata ada 5 ribu. Fakultas lain juga ikut terlibat. Responnya bagus,” tambah Fatmah.

Diakui Fatmah, dari 5 ribu mahasiswa yang sudah memiliki rekening efek itu, memang belum sepenuhnya memiliki saham perusahaan. Baru separuh yang memiliki saham. “Tergantung mereka menyetornya. Kalau rajin maka akan cepat bisa membeli saham. Bahkan sekarang sudah banyak yang memiliki saham Bank Jatim dengan harga mahal,” jelas Fatmah.

Direktur PT BEI, Hasan Fauzi mengatakan program yang dijalankan Uinsa ini memang pantas dicontoh kampus lain. “Karena kita sedang gencar untuk sosialisasikan nabung saham, maka kita akan aplikasikan program serupa di kampus lain,” ungkap Hasan.

Legislator Indah Kurnia pun mengungkapkan, saat ini, BEI sudah memiliki 430 Galeri Investasi di banyak kampus di Indonesia. di Jawa Timur sendiri sudah ada 59 GL.

Ini dilakukan untuk memberikan edukasi kepada anak-anak muda, bahwa ada investasi lain selain perbankan. Pasar modal juga sebagai salah satu jenis investasi yang juga perlu dikembangkan.

“Hingga Juni 2019, dana pihak ketiga (DPK) di seluruh perbankan di Indonesia mencapai Rp 8 ribu triliun, sementara di pasar modal, ada 2.400 investor dengan jumlah dana Rp 7.400 triliun. Ini luar biasa. Kalau semua bergerak jadi investor pasar modal, maka dana yang terkumpul akan melebihi dana di perbankan,” jelas Indah. end