SURABAYA | duta.co – Ketua Komite Khitthah Nahdlatul Ulama 1926 (KKNU-26), Prof Dr Rochmat Wahab mengapresiasi Ketum ISNU (Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama), Dr Ali Masykur Musa yang mengungkap potensi besar kader NU di berbagai bidang keilmuan.

“Ini patut mendapat apresiasi. Pernyataan Ketum ISNU bahwa NU memiliki 634 Guru Besar dan banyak doktor yang menyebar di semua disiplin ilmu, baik bidang keagamaan, sains, teknologi, humaniora, sosial dan budaya ini patut mendapat perhatian serius. Belum lagi yang spesifik bidang keislaman, tersebar di pesantren dan perguruan tinggi,” jelas Prof Dr Rochmat Wahab kepada duta.co, Jumat (17/12/21).

Menurut mantan Ketua PWNU DIY ini, potensi tersebut sangat strategis, apalagi tidak sedikit yang berada di jajaran kepemimpinan perguruan tinggi terkenal. Mereka bisa memberikan kontribusi signifikan bagi NU, demi ahlussunnah waljamaah an-nahdliyah dalam memajukan bangsa dan negara.

“Mencermati ini, maka, NU memiliki kekayaan yang tak ternilai. Sebagaimana contoh pemikiran oleh sejumlah pimpinan PTN di Jawa Timur yang memiliki kesiapan untuk bersinergi dalam memasuki dunia digital di tengah-tengah pembangunan bangsa. Potensi ini jangan sampai menguap begitu saja, hanya tinggal cerita,” tegasnya.

Masih menurut Prof Rochmat, potensi itu baru berarti, jika PBNU mampu mengakomodasi. Karenanya NU butuh pemimpin yang handal. “Kita harus belajar dari sejarah. Berdasar pengalaman, tidak banyak potensi yang bisa diakomodasi PBNU. Ini terjadi, karena model dan gaya kepemimpinan PBNU lebih diwarnai pertimbangan politik. Relatif tertutup bagi yang bukan dalam groupnya. Akibatnya, banyak potensi hilang, tidak termanfaatkan,” urainya.

Berharap kepada Muktamirin

Karena itu, tegasnya, ke depan NU harus ditata secara baik dan benar. Mereka yang selama ini sibuk mengejar kekuasaan, berebut menjadi pimpinan, selayaknya sadar, mundur secara teratur. Silakan masuk parpol. “Sekarang seluruh warga NU berharap kepada muktamirin, para kiai yang menjadi anggota ahlul halli wal aqdi (AHWA) agar terjadi perubahan orientasi,” tegasnya.

Masih soal potensi pendidikan, lanjut Prof Rochmat, SDM terdidik di NU, terutama sarjana, magister, doktor dan profesor, demikian para kiai dan habaib, dan masyayikh harus terkelola dengan baik. “Maka, kepemimpinan NU hasil Muktamar ke-34 harus bersifat terbuka dan profesional, sehingga tugas utama melayani ummat bisa terwujud secara optimal. Bukan lagi orientasi menguasai ummat,” terangnya.

Jika kepengurusan NU ke depan, sadar dan kita bangun bersama dengan paradigma baru, jelas bisa mengakomodasi semua potensi yang ada. Tidak akan ada lagi pertentangan pimpinan NU antara yang berbasis pesantren maupun non pesantren (perguruan tinggi atau institusi sosial lainnya), antara berlatar PMII, KMNU, HMI atau KAMMI dan sebagainya.

“Karena semua potensi bisa terakomodasi dan bersinergi, sehingga terwujud bangunan yang kokoh menyongsong NU yang mandiri dan berperadaban. Jadi? Memasuki abad kedua, pengurus PBNU wajib melepas syahwat politik kekuasaan,” jelasnya.

Menuju Kepemimpinan Modern

Seperti berita duta.co, menjelang Muktamar NU ke-34 di Lampung berbagai kegiatan telah semarak berjalan, antara lain Webinar Muktamar dengan Tema “NU Menuju Abad ke-2 : Kemandirian dan Tehnokrasi untuk Peradaban Dunia ” yang terselenggara oleh Pimpinan Pusat ISNU, Jumat (17/12/2021).

Dalam kesempatan tersebut Ali Masykur Musa mengatakan bahwa modernisasi kehidupan tandanya revolusi bidang IT pada semua kehidupan.

Bagi Cak Ali – biasa dipanggil — NU harus melakukan peningkatan capacity building baik secara kelembagaan maupun perorangan baik dari sisi teknokrasi, skill dan profesionalitas agar tidak tertinggal oleh peradaban zaman.

Dalam pandangan Ketua Umum ISNU, Gerenasi muda Nahdlatul Ulama kini sudah memiliki skill yang berbasis IT dan profesional, dan karena itu sudah siap memasuki dunia profesional dalam berbagai bidang yaitu siap mengisi seluruh jabatan-jabatan tehnokrasi dan profesionalitas pada pemerintahan, korporasi, dan bisnis.

ISNU sendiri kini sudah memiliki 634 Guru Besar dari berbagai disiplin ilmu, belum lagi lulusan S3 dan S2 yang sangat banyak.

Ali Masykur Musa menandaskan, NU harus mengembangkan kepemimpinan modern dengan efektifitas pengelolaan organisasi, efisiensi anggaran, dan efektifitas pengambilan keputusan organisasi. Kepemimpinan modern NU akan menunjukkan kemampuan kualitas pemimpin-pemimpin hasil kaderisasi NU yang dapat masuk dalam kepemimpinan nasional, daerah, dan dunia profesional.

Bagi Cak Ali, kepemimpinan modern NU itu disiplin, komprehensif, konsisten, inspiring dan senantiasa beradaptasi dengan perubahan. Hal ini sesuai dengan kaidah almukhafadhotul ala qodimissholih, wal ahdzu bil jadidil ashlah, begitu pungkasnya. (*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry