SURABAYA | duta.co – Pemprov Jatim akhirnya membatalkan imbauan shalat Idul Fitri (Ied) di Masjid Al Akbar Surabaya. Dengan mengeluarkan surat No 451/8127/012/2020 yang ditandatangani Sekdaprov Heru Tjahjono.

Namun langkah ini mendapat catatan dari Wakil Ketua DPRD Jatim, Anwar Sadad. Pemprov seharusnya tak hanya berpedoman pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam melaksanakan kegiatan keagamaan di tengah pandemi Corona (Covid-19).

Karen Persoalan ini menyangkut dua isu penting: Agama dan kesehatan. Pemprov mestinya berpedoman pada rekomendasi dari lembaga yang kompeten di dua bidang itu, sekurang-kurangnya IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan MUI.

Tapi pertimbangan yang digunakan sebagai pedoman Pemprov dalam membuat surat imbauan terkesan sepihak saja, yakni hanya dari MUI.

“Rekomendasi MUI tak harus diikuti, apalagi jika Pemprov punya pertimbangan lain yang lebih maslahat. Fatwa MUI tak memiliki kedudukan juridis dalam sistem ketatanegaraan kita,” ucap Sadad, Selasa (19/5/2020).

“Saran saya, lebih baik meminta rekomendasi kepada NU dan Muhammadiyah, sebagai organisasi yang secara kelembagaan lebih mengakar dan memiliki jaringan keumatan yang kuat,” tandasnya.

Rekomendasi dari MUI sebenarnya hanya saran. Bagaimanapun, Pemprov yang harus mengambil putusan, apakah rekomendasi tersebut digunakan atau tidak. Dalam hal ini, Pemprov sebagai user yang keberadaannya dilindungi undang-undang (UU) untuk mengambil putusan terbaik bagi rakyat.

Apalagi, Jatim sedang menghadapi pandemi Covid-19, terlebih di Surabaya sedang menerapkan perpanjangan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

“Tak salah kalau kita menyebut Pemprov Jatim tak punya sense of crisis,” tegas politikus yang juga sekretaris DPD Partai Gerindra Jatim tersebut.

“Apalagi, jangan sampai muncul kesan bahwa pelonggaran di tempat ibadah, disebabkan kegagalan membendung pergerakan warga di pusat perbelanjaan. Bisa lebih runyam lagi,” pungkasnya. Zal

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry