Keterangan foto tribunnews.com

SURABAYA | duta.co – Banyak pencerahan dari Rocky Gerung, seorang filsuf, akademisi, dan intelektual Indonesia. Salah satunya, ada bahaya dan harus kita renungkan bersama. Adalah keinginan pemerintah menjauhkan politik dari masjid (tempat ibadah) dan kampus.

Padahal, menurut Rocky, kedua lembaga ini sangat penting untuk mewujudkan konsep visioner dari seorang pemimpin.

Masih menurut Rocky, seorang pemimpin (presiden)  harus mampu mewujudkan konsep yang visioner. “Di mana itu bisa dihasilkan? Di Universitas, dalam ‘pertengkaran’ di kampus,” jelasnya dengan nada serius.

“Tetapi. Kata Pak Jokowi, jangan bawa politik ke kampus. (Artinya) Dia tidak mengerti masa depan. Karena masa depan itu ada pada gagasan, pikiran. (Lalu) Kampus dilarang untuk memperdebatkan politik. Di mana kualitas perdebatan itu? Nggak ada.  Ini satu point,” tambah Rocky.

Point kedua, seseorang (pemimpin) juga tidak cukup hanya mengandalkan intelektualitas. Pemimpin harus punya moralitas. Lalu, di mana bagian itu (moralitas) diuji? “Ya.. di rumah ibadah. Tetapi, (sekarang) nggak boleh menguji (presiden) di rumah ibadah,” jelas Rocky penuh heran.

Anies Kehendak Sejarah

Jadi? “Pak Jokowi itu mau bilang pemimpin ke depan, itu nggak perlu intelektualitas, nggak perlu moralitas. Cukup elektabilitas. Ah.., itu urusan Qodari (lembaga survey). Survey aja, jadi kita mensurvey sesuatu, (sehingga) pemimpin kita hasil survey bukan hasil ‘pertengkaran’ akademis, bukan hasil morality. Karena di tempat (kampus) mestinya (intelektualitas) diwujudkan, justru dilarang. Di tempat (ibadah) yang mestinya (moralitas) diwujudkan, justru dilarang, seperti Masjid, Gereja, dan tempat-tempat ibadah lain,” tegasnya.

Di video lain, Rocky juga menunjukkan kejengkelannya melihat model politik (istana) saat ini. Akibatnya, politik bukan dikendalikan oleh partai politik, justru dikendalikan oleh relawan. Rocky menyebut, munculnya KIB (Koalisi Indonesia Bersatu), hanyalah menumpang keresahan publik saja.

Dalam video pendek, 59 detik, Rocky bahkan sudah menggambarkan suasana akhir Pilpres 2024 nanti. Begitu Quick Count (hitung cepat red) menunjukkan angka 30%, maka, wartawan bubar.

Mengapa? Karena Pak Anies harus dilantik. Ini sudah menjadi kehendak sejarah. “Apakah Pak Anies diperlukan? Tidak. Dia terpilih karena yang sekarang sudah tidak diperlukan,” katanya disambut tepuk tangan hadirin. (mky, net)