NU CIRCLE: Ketua Pokja NU Circle, Ahmad Rizali berkopyah hitam.

JAKARTA | Para pegiat  dan aktivis Aliansi Organisasi Pendidikan yang menolak kluster pendidikan dimasukkan ke dalam RUU Cipta Kerja  menuding Panja DPR RI membohongi rakyat.  Unsur liberalisasi,  privatisasi,  dan komersialisasi  pendidikan dimasukkan kembali ke dalam RUU Cipta Kerja.

Demikian ditegaskan anggota Aliansi Organisasi Pendidikan dari Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa Ki Dharmaningtyas dan NU Circle Ahmad Rizali di Jakarta,  hari ini Rabu (1/10).

“Sikap Aliansi Organisasi Pendidikan sangat tegas untuk mencopot seluruh pasal dalam klaster pendidikan yang intinya bahwa tugas mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tugas pemerintah seperti yang diamanahkan konstitusi dasar RI dan para pendiri bangsa.  Tidak boleh tugas ini menempatkan faktor-faktor determinan lain atas pendidikan dan masuk ke  dalam rezim hukum ekonomi.  Panja menelikung rakyat dengan tetap memasukkan unsur komersialisasi pendidikan yang nantinya akan diatur melalui PP,” tegas Ki Dharmaningtyas.

Sebelumnya,  Panja RUU Cipta Kerja DPR RI menyatakan telah mencabut kluster pendidikan ke dalam RUU Cipta Kerja terutama pasal 68 tentang UU Sisdiknas, pasal 69 tentang UU Pendidikan Tinggi, pasal 70 tentang UU Guru dan Dosen serta pasal 71 tentang UU Kedokteran.  Panja menghapus DIM (daftar isian masalah)  5183 sampai dengan DIM 5376.

Rupanya pencabutan itu tidak serta merta mencabut rezim ekonomi dalam pendidikan.   Panja RUU Cipta Kerja membuat norma baru yang terdiri atas dua ayat yaitu pertama pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam RUU Cipta Kerja. Ayat kedua menerangkan bahwa ketentuan pelaksanaan perijinan berusaja  akan diatur tersendiri dalan peraturan pemerintah.

“Seharusnya Panja DPR RI konsisten dengan sikapnya untuk mencabut secara keseluruhan pasal-pasal yang mengkhianati visi para pendiri bangsa di bidang pendidikan.  Regulasi pendidikan harus diatur tersendiri dan tidak dimasukkan ke rezim ekonomi ini, termasuk untuk pendidikan tinggi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)  atau di seluruh wilayah Indonesia, “ ujarnya.

Sementara itu,  Ahmad Rizali meminta rakyat dan seluruh elemen pendidikan mewaspadai pembajakan regulasi seperti yang dilakukan Panja DPR RI.

“Awalnya kami percaya Panja DPR RI mencabut kluster pendidikan dalam RUU Cipta Kerja.  Rupanya kepercayaan kami dibajak dengan memasukkan kembali substansi industrialisasi dan komersialisasi pendidikan ke dalam pasal RUU Cipta Kerja, “ ujarnya.

Menurutnya,  cara-cara pembjakan politis ini bisa menyakiti dan menciderai hati rakyat.  “Jika ini tetap dilakukan,  DPR RI mendorong terjadinya pro kontra yang bisa menimbulkan kegaduhan.  Potensinya  menciptakan rakyat berhadap-hadapan. Saya minta parlemen secara arif mendengarkan aspirasi rakyat yang diformulasikan dalam sikap  Aliansi Organisasi Pendidikan. Jika aspirasi ini tidak didengar,  kemarahan rakyat tak bisa dihindarkan, “ tegasnya.

Mantan Sekretaris Wali Amanah Universitas Indonesia ini menyatakan rezim komersialisasi pendidikan akan selalu diusung setiap penguasa.  “Saya berharap penguasa sekarang,  yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin tidak meninggalkan legacy buruk bagi pendidikan di masa depan dengan menyetujui masuknya kluster pendidikan ke dalam RUU Cipta Kerja ini,” tuturnya.

Sebelumnya Aliansi Organisasi Pendidikan telah menyuarakan penolakan masuknya kluster pendidikan ke dalam RUU Cipta Kerja yang sedang dibahas parlemen.  Intinya ada tiga tuntutan.  Pertama menolak RUU Cipta Kerja kluster pendidikan.  Kedua,  mendesak pemerintah dan DPR RI mencabut kluster pendidikan dalam RUU Cipta Kerja.  Ketiga,  mempertegas kebijakan pendidikan nasional sesuai dengan filosofi kebudayaan dan menjauhkan dari praktik komersialisasi dan liberalisasi.  rls

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry