AKTIVIS : Sejumlah aktivis lingkungan hidup dan Mahasiswa Lamongan, saat menghadiri pemutaran film dokumenter, Lakardowo Mencari Keadilan, dan diskusi Lamongan tolak limbah B3 (duta.co/ardhy)

LAMONGAN | duta.co – Rencana Pembangunan Pusat Pengelolaan Limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) oleh PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) di Desa Tlogoretno dan Desa Brengkok Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, dikritisi oleh sejumlah aktivis lingkungan hidup dan mahasiswa Lamongan.

Diawali pemutaran film dokumenter dengan judul, Lakardowo Mencari Keadilan, serta diskusi tema “Lamongan Tolak Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)” di Monel Coffee Jl. Raya Dagan Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.

Wakil Ketua II PC PMII Kabupaten Lamongan, Achmad Nhasir Falachuddin mengatakan, pihaknya berkumpul pada malam hari untuk mendiskusikan terkait Limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) di Desa Brengkok Kecamatan Brondong, serta dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan.

“Film dokumenter Lakardowo Mencari Keadilan adalah cerita tentang keluhan masyarakat, terhadap limbah B3 dari PT. PRIA (Putra Restu Ibu Abadi) yang berlokasi di Desa Lakardowo Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto,” ujar Achmad Nhasir, Minggu (13/10/2019).

Dia menjelaskan, dari pemutaran film tersebut, nanti kita akan mengetahui dampak yang timbul akibat Limbah B3 terhadap lingkungan.

“Kita sebagai aktivis harus terus mengawal dan memulai, serta melakukan pendampingan, selain itu kita sudah mengetahui isu di kecamatan Brondong yang akan didirikan Pabrik B3, dan kita juga mengetahui dampak yang ditimbulkan,” ucapnya.

Senada, aktivifis lingkungan hidup kecamatan Brondong, Marzuki mengungkapkan, ruang ini menjadi penting, karena pihaknya mendengar bahwa pemerintah akan mengalokasikan dana sebanyak 650.000 Ha, yang akan dijadikan pabrik.

“Itu bisa dibayangkan bagaimana nantinya, karena lahan pertanian di Lamongan akan berkurang, dan akan berdampak pada petani dan juga sumber makanan yang berkurang,” terangnya.

Dia mengatakan, masyarakat disini belum siap dengan berkembangnya industri, karena belum paham tentang era Industri saat ini. Seharusnya, kata dia, di pesisir pantura Lamongan haruslah di bangun industri yang berkaitan dengan industri maritim, jangan dibangun industri yang tidak ada kaitannya dengan keahlian masyarakat pesisir pantura Lamongan yaitu pengolahan Limbah B3.

“Kemarin kita sudah berdiskusi, mudah-mudahan nanti kita akan mengkaji terkait beroperasinya pabrik Limbah B3 tersebut. Yang menjadi persoalan, apakah kita sudah siap, jangan sampai kita hanya menjadi penonton di tanah kelahiran sendiri,” tuturnya.

Dia mencontohkan, seperti halnya dibangunnya Wisata Bahari Lamongan (WBL), yang dulu kita kenal Pantai Tanjung Kodok, yang mempunyai nilai sejarah. Kita lihat sekarang berapa persen anak-anak yang terserap untuk bekerja disitu.

“Persolan itu yang akan menimbulkan konflik horizontal. Jadi saya harap kader-kader PMII dapat menjadi pendamping bagi masyarakat dan mempunyai visi dan misi yang jelas”, ungkapnya.

Sementara itu, dari Climate Institut Jakarta, Billy Aries menyampaikan, pihaknya membaca di harian Kompas bahwa ada pengusaha lokal Lamongan akan membangun pabrik pengolahan Limbah B3.

“Ini merupakan pelajaran penting dari film dokumenter tersebut, agar memberikan pelajaran bagi kita bagaimana memviralkan sebuah masalah dengan cara membuat video dan mengirimkan ke Medsos dan itu merupakan model gerakan yang efektif dan masif,” paparnya.

Menurut dia, isu lingkungan itu penting, bagi generasi saya adalah uang yang penting, tapi bagi generasi milenial isu lingkungan yang sangat penting, karena kerusakan lingkungan akan berdampak pada kehidupan masa depan, jadi isu lingkungan jangan dianggap sepeleh dan remeh.

Billy menjelaskan, sejak 2005 dana yang dialokasikan untuk bencana terus naik, karena dampak lingkungan akan rusak, pertumbuhan industri di Indonesia berkontribusi rusaknya lingkungan, antara lain banjir, kebakaran hutan dan lain-lain.

“Seharusnya para pejabat yang berwenang harus berpikir dengan industri yang berkelanjutan yang dapat menghidupi generasi muda kedepan,” tegasnya.

Indonesia merupakan kawasan hutan terbesar ke 3 dunia, tetapi pendapatnya hutannya kecil, artinya pendapatan dari hutan di Indonesia kecil, karena orientasinya pertumbuhan ekonomi, tidak memikirkan kelestarian hutan.

“Saya melihat pesisir pantai jawa ini Nelayan miskin karena biaya melautnya besar, dan ikan tidak berada di dekat pantai karena rusaknya pantai yang dekat banyak tanaman bakau yang hilang,” ucapnya. ard

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry