KH Ali Mustawa, Pengasuh Majelis Ahad Pagi (MAHADI) Masjid Al-Ikhlas. (FT/mky)

“Hari ini, bangsa (Indonesia) ini, belum sampai pada taraf kesadaran bersama. Masih suka saling menyalahkan, menikmati caci-maki. Dengan demikian, krisis multidimensi belum bisa diurai.”

Oleh : Mokhammad Kaiyis*

REPOT! Nabi Musa Alaihissalam, benar-benar dibuat repot. Tiga kali – bersama kaumnya – ia berdoa minta hujan. Tetapi, tak satu pun terkabul. Hujan tak kunjung turun.

Padahal, mereka sudah berdoa secara tulus, sungguh-sungguh, bahkan tidak sedikit yang disertai isak tangis.

Apa yang salah?

“Ya Allah, kami sudah melakukan apa yang Engkau minta, tetapi kenapa masih saja tidak hujan?” begitu Nabi Musa mengadu.

Musa benar-benar tak tahan menyaksikan kondisi paceklik kaumnya. Bukan hanya tetumbuhan dan hewan yang poyang paying, bayi-bayi pun stunting, kurus kering, kurang gizi, pontang-panting.

Lalu, Allah SWT berfirman, menjelaskan, sebab musabab mengapa doa kolektif (bersama-sama minta hujan) itu, tertolak.

“Ada satu orang di antara kaum-mu yang menjadi provokator, dia belum bertobat. Belum meminta pengampunan kepada-Ku,” jawab Allah swt.

Setelah mengetahui jawaban Allah SWT, Nabi Musa meminta pada semua orang yang ada di ladang, agar meminta ampun kepada Allah. Satu orang saja tidak bertobat atas provokasinya, maka, Allah tidak akan mengabulkan doa bersama.

Kaum Nab Musa pun manggut-manggut, termasuk satu orang provokator tersebut. Mereka bergegas minta ampun dan bertobat kepada Allah dari lubuk hati yang terdalam.

“Ya Allah, ampunilah saya. Ya Allah, jangan permalukan saya. Jangan buka kelakuan saya di depan orang banyak. Maafkan saya Ya Allah. Saya sudah berbuat kacau, memprovokasi sesama. Saya tidak menyadari apa yang telah saya perbuat,” kata orang tersebut.

Setelah itu, barulah rintik-rintik air hujan menetes ke tanah. Membasahi bumi dan tubuh umat Nabi Musa AS. Tak lama, hujan turun dengan sangat deras. Semua yang ada di ladang sangat bahagia. Bahkan ada yang menari di bawah guyuran hujan dan berteriak-teriak menyebut asma Allah, saking bahagianya.

Tak kalah menarik. Saat hujan deras turun, Nabi Musa AS bertanya lagi kepada Allah SWT. “Ya Allah, tunjukkan kepadaku, siapa orang (provokator) tersebut? Aku ingin melihatnya, aku ingin bertemu dengannya,” usul Nabi Musa.

Apa jawab Allah SWT? “Wahai Musa, Aku tidak akan membuka identitas dia. Aku tidak akan memberitahu siapa dia. Kalau Aku ceritakan kepadamu, sama saja Aku memperovokasi-mu, akhirnya kamu tahu dia dan seberapa besar dosanya? Tidak akan (Ku ceritakan) Musa,” kata Allah.

Pentingnya Taubat Bersama

Penggalan kisah ini disampaikan KH Ali Mustawa dalam pengajian rutin MAHADI (Majelis Ahad Pagi) Minggu (3/1/2021) di Masjid Al-Ikhlas, Krian, Sidoarjo.

Menurut Kiai Ali, bangsa (Indonesia) ini tengah dilanda krisis multidimensi. Covid-19 telah memporak-porandakan hampir seluruh tatanan sosial.  Roda ekonomi sudah tidak bundar lagi.

“Saya didatangi artis-artis, mengeluh sepi job. Saya bilang: Sama! Saya sendiri juga sepi undangan,” jelas Kiai Ali disambut geer jamaah.

Masih menurut Kiai Ali, Indonesia akan segera bebas dari krisis multidimensi, jika bangsa ini bisa lepas dari provokasi, tidak suka adu domba antarsesama. Baru setelah itu, tobat secara nasional, secara bersama-sama. Dengan begitu, doa akan diijabah.

“Kalau Allah SWT saja menyembunyikan identitas provokator, tidak mau membocorkan sekali pun kepada Nabi Musa,  maka, sebagai hambaNya, kita harus menutup rapat kesalahan sesama, lalu tobat bersama kepada Allah SWT. Tanpa (keseriusan) itu, sulit diwujudkan,” pungkas Kiai Ali.

Hari ini, bangsa (Indonesia) ini, belum sampai pada taraf kesadaran bersama. Masih suka saling menyalahkan, menikmati caci-maki. Baik rakyatnya maupun pemimpinnya.  Dengan demikian, krisis multidimensi belum bisa diurai.

Semoga tahun 2021 menjadi momentum kebersamaan. Mengingat Pentingnya Taubat Bersama demi Kepentingan Bersama (Kolektif) dalam berbangsa dan bernegara. Semoga! (*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry