SURABAYA | duta.co – Hari ini, Jumat (14/1/22) beredar kembali 19 item hasil refleksi selama 33 tahun Khittah NU di PP Salafiyah Syafiyah, Sukorejo, Situbondo. Refleksi yang dihadiri KH Ma’ruf Amin (Rais Aam), KH Nawawi Abdul Jalil ulama kharismatik sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan itu berlangsung 12 Januari 2017 lalu.
“Isinya masih terasa up to date. Silakan kalau mau unggah kembali. Penting untuk saling mengingatkan di antara kita,” demikian KH M Misbahus Salam, yang masih menyimpan rumusan akhir pertemuan tersebut kepada duta.co, Jumat (14/1/22).
Menurut Kiai Misbah, panggilan akrabnya, selain Kiai Ma’ruf Amin dan almaghfurlah Kiai Nawawi Abdul Jalil (Sidogiri), ada juga kiai-kiai sepuh lain yang ikut rawuh pada saat itu. Hasilnya, setidaknya, ada 17 item. Berikut hasilnya :
Pertama, Pengurus NU adalah sopir sedangkan pemiliknya adalah para ulama. Oleh karena itu, ulama diharap selalu memberi arahan, agar (NU) tetap berjalan pada jalur yang seharusnya (khittah).
Kedua, Khittah adalah penegasan kembali tentang Mas’uliyah Diniyah (Tanggung Jawab Keagamaan) dan Mas’uliyah Wathaniyah (Tanggung Jawab Kebangsanaan dan Kenegaraan).
Ketiga, Tidak bisa dipungkiri bahwa di Negara kita saat ini ada dua masalah yang harus diluruskan. Yang pertama adalah adanya gerakan yang ingin menegakkan aqidah dan identitas keislaman tetapi tidak mengidahkan toleransi dan kebhinekaan (kemajemukan) bangsa. Sedangkan kedua adalah gerakan yang ingin menunjukkan toleransi dan kebhinekaan dengan mengabaikan aqidah dan identitas keagamaan.
Keempat, Kedua gerakan ini bisa berbahaya terhadap keberadaan umat Islam di Indonesia dan Keutuhan NKRI. Oleh karena itu, NU dengan sikap wasathiyah harus bisa memosisikan diri diantara keduanya.
Kelima, NU sebagai Jam’iyah harus memiliki rujukan berupa Qanun Asasi, Qararat Nahdhiyah hasil Munas dan Muktamar.
Keenam. Apa saja yang menjadi putusan NU, orang NU tidak boleh berbeda atau menyalahi karena sudah menjadi semacam mujma’ alaih.
Ketujuh. NU juga sebagai gerakan pemikiran (Harkah Fikroh). Oleh karena itu, seharusnya semua anggota Jam’iyah NU harus bisa berpikir ala NU; Wasathiyah (Moderat), Tathawwur (Dinamis), dan Manhajiyah.
Kedelapan. Konsep wasathiyah sebenarnya sudah ada dalam ideologi agama Islam. Dan sikap wasathiyah sudah menjadi amaliyah warga masyarakat Indonesia yang majemuk secara alami.
Kesembilan. Posisi NU ingin menjaga konsep wasathiyah ini agar tetap bertahan tidak berubah dan dipalingkan dari asalnya.
Kesepuluh adalah Konsep Tathawwur dirumuskan di Lampung. Namun karena konsep Tathawwur yang kebablasan, maka pada Munas Surabaya dibatasi sehingga Dinamisasi yang dilakukan tetap sesuai jalur sehingga muncullah konsep Manhajiy.
Kesebelas. NU juga adalah harkah ulama’ fi al-himayah, al-ishlah, dan khidmatil ummah.
Keduabelas. Harkah Himayatil Ummah tercermin dalam penjagaan NU dari akidah-akidah yang menyimpang, afkar bathilah, dan gerakan ekstrim (kanan-kiri).
Ketigabelas. Harkah Ishlahiyah (gerakan Perbaikan umat) harus terus dilakukan oleh NU terutama dalam bidang Ekonomi dan kualitas Sumber Daya Manusia.
Keempatbelas. Dari harkah ishlahiyah ini, NU perlu menambah semboyan yang selama ini dipakai:
*اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى الْقَدِيمِ الصَّالِحِ وَالَأَخْذُ بِالْجَدِيدِ الْأَصْلَحِ*
_”Memelihara khazanah lama yang baik dan mengambil pembaharuan yang lebih baik.”_
dengan:
*اَلْإِصْلَاحُ إِلَى مَا هُوَ الْأَصْلَحُ ثُمَّ الْأَصْلَحُ فَالْأَصْلَحُ*
_”Melakukan perbaikan umat pada kondisi yang lebih baik, semakin lebih baik dan semakin lebih baik lagi.”_
Kelimabelas. Para kyai mempunya kewajiban untuk mencetak kader yang bisa tafaqquh fi al-din. Kewajiban ini adalah mas’uliyah fardiyah. Tetapi, kyai juga punya mas’uliyah ummatiyah, yakni mengayomi dan memperbaiki ummat. Oleh karena itu, para kyai pondok pesantren harus bisa keluar dari pesantren dan bergaul dengan umat sekitarnya.
Keenambelas. Kyai juga seharusnya dapat memberbaiki ekonomi umat.
Ketujuhbelas. Harkah khidmatil ummah adalah gerakan pelayanan publik untuk memberikan kemudahan bagi para umat yang sedang membutuhkan. (*)
