SURABAYA | duta.co – Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN), H Tjetjep Muhammad Yasin, SH, MH merasa prihatin menyaksikan tingkah pengurus menjelang Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU), akhir Desember 2021 besok.

“Terus terang, saya prihatin! Mereka bukannya sibuk bahas program organisasi, bagaimana mengawal kesejahteraan nahdliyin dunia-akhirat. Tapi malah geger terbuka di media sosial, rebutan jadi pimpinan. Rebutan kursi Ketum dan Rais Aam. Mestinya, kita malu dengan para masyayikh, muassis NU,” kata Gus Yasin panggilan akrabnya kepada duta.co, Kamis (14/10/21).

Menurut alumni PP Tebuireng ini, tradisi santun NU, sudah tergerus. Kini, semakin liar. Dan itu menjadi tontonan ‘terbuka’. Ada fakta-fakta mengerikan. “Pertama, gerilya para tokoh-tokoh NU ke pejabat. Bahkan mereka tak malu datangi Ketum Parpol. Sebagai nahdliyin, tentu kita risih melihatnya,” tegasnya.

Kedua, lanjutnya, ada perang terbuka soal Israel di media. “Ketua Umum PBNU (Kiai Said Aqil Sirajd red.) usai bertemu Presiden Jokowi langsung bicara soal penolakan tawaran berkunjung Israel. Di hari yang sama, Katib Aam PBNU (Gus Yahya yang sekarang getol deklarasi sebagai Calon Ketua Umum) menjawab di media. Katanya, kunjungannya ke Israel itu untuk meneruskan misi Gus Dur. Apa iya?” jelas Gus Yasin.

Akibat Langga Khitthah

Ketiga, terangnya, ada yang lebih mengerikan, adalah keputusan PWNU Jawa Timur yang mengusulkan ‘paket khusus’ Ketum PBNU dan Rais Aam (Gus Yahya dan KH Miftachul Akhyar). “Ini tidak lazim, bahkan, terkesan offside. Umpama sepakbola ‘terlalu nafsu’ menggolkan jagonya di Muktamar ke-34 NU. Sampai lupa tradisi surat menyurat di NU. Lihatlah, medsos nahdliyin membahasnya dengan detail,” tegas Gus Yasin.

Keempat, jelas pengacara senior ini, tidak lazim, selama ini tidak pernah ada Surat Keputusan PWNU menyodorkan ‘paket khusus’ muktamar.  Apalagi jadi amanah agar PCNU di seluruh Jawa Timur taat. “Belum lagi menyaksikan model surat keputusannya. Lepas dari tradisi NU. Di NU itu, kalau ada surat keputusan selalu menggunakan nomor surat. Ini tidak ada. Lazimnya ada pengantar, minimal bismillah. Lalu, akhirnya ada salam khas NU. Ini tidak. Memang aneh,” tegasnya.

Kelima, tidak lama, Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim, KH Marzuki Mustamar (KH MM), tiba-tiba merasa tertekan sehingga ikut tekan Surat Keputusan tersebut. “Mulai kapan ada tekan-menekan di NU? Masak kelasnya kiai bisa tertekan? Takut kepada Allah, apa takut kepada penekan? Ini viral ke mana-mana, tentu, malu sebagai nahdliyin,” urainya.

Keenam, pengakuan adanya tekan-menekan ini, langsung mendapat perlawanan dari yang pro Surat Keputusan. Hebatnya, perlawanan ini berupa video, sengaja masuk ke grup-grup WA nahdliyin. Isinya, membantah ada tekan-menekan. Lalu ikut video pidato Kiai Mustamar. “Ini sama dengan mengobrak-abrak tradisi santu NU. Mereka sudah tidak berpikir, bahwa, itu sangat merusak NU,” tegasnya.

Ketujuh, ada semacam protes dari Sekjen PBNU atas surat keputusan PWNU Jatim itu. Kita semua mafhum, ini semua karena nama Kiai SAS (KH Said Aqil Sirajd) hilang dari usulan Jawa Timur.

“Saya belum cek keasliannya. Tetapi, banyak yang membenarkan. Dari Cirebon, tanggal 13 Oktober 2021, Sekjen PBNU saudara Helmy Faishal menulis surat untuk sahabatnya Prof. Muzakki (Sekretaris PWNU Jawa Timur). Intinya, terkaget membaca surat keputusan PWNU Jatim. Bahkan ia mengaku sudah membaca pengakuan KH Marzuki Mustamar yang juga viral,” terang Gus Yasin.

Padahal, tegasnya, semua tahu yang ikut teken dalam surat keputusan itu, ada Rais Syuriah PWNU Jatim, Rais Syuriah, KH Anwar Mansur; “Kiai sepuh yang sangat disegani. Kok berani-beraninya Sekjen PBNU menyoal dengan terbuka. Saya melihat fatsoen ke-NU-an sudah tergerus habis. Maka, saatnya NU kembali ke khitthah-26, ini sebagaimana amanah para masyayikh. Karena semua akibat melanggar khitthah,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry