Dekan FK Unair Prof Budi Santoso menyerahkan potongan tumpeng pada Direktur RSTKA dr Agud Harianto, saat syukuran 5 tahun RSTKA, Sabtu (11/2/2023). DUTA/ist

SURABAYA | duta.co – Lima tahun sudah Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) berlayar untuk menyehatkan masyarakat kepulauan.

Ribuan kasus ditangani mulai yang ringan hingga yang berat. Sehingga masyarakat kepulauan bisa mendapatkan layanan kesehatan yang memadai.

Namun kehadiran RSTKA tidak akan selamanya. Diharapkan pemerintah daerah bisa melakukan langkah agar layanan kesehatan bisa hadir di daerah kepulauan.

Di perayaan ulang tahun kelima RSTKA, banyak pihak yang urun rembug. Salah satunya adalah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair). Sebagai lembaga yang mencetak lulusan dokter dan dokter spesialis, FK Unair merasa perlu untuk ikut memberikan sumbangsih dan saran demi keberlangsungan RSTKA yang merupakan wujud kepedulian para alumni Unair.

“Sampai kapan RSTKA untuk hadir ke daerah-daerah kepulauan? Solusi masalah kesehatan tidak hanya dari kami berlayar ke sana tapi harus ada solusi lain,” kata Dekan FK Unair, Prof Dr dr Budi Santoso, SpOG (K) di sela syukuran 5 tahun RSTKA, Sabtu (11/2/2023).

Solusi yang ditawarkan FK Unair adalah pemda setempat agar mulai menyediakan dokter spesialis yang banyak dibutuhkan masyarakat. Untuk bisa menyediakan itu, pemda harus memberikan beasiswa bagi para dokter umum agar bisa menempuh program pendidikan dokter spesialis (PPDS).

Sehingga ketika dokter itu lulus PPDS mereka bisa mengabdi di daerah kepulauan selama beberapa tahun. Begitu seterusnya hingga para dokter saling bergantian.

“Bagi kami, tidak fair rasanya kalau meminta lulusan PPDS yang ada saat ini untuk tugas di daerah terpencil karena mereka menempuh PPDS dengan biaya sendiri. Padahal kuliah PPDS juga tidak murah. Intinya pemerintah harus hadir untuk bisa mengatasi masalah ini,” jelas Prof Bus, panggilan akran Prof Budi Santoso.

Karena ketika pertama kali RSTKA ini mulai mengarungi lautan, tujuan utama adalah bukan hanya bisa memberikan layanan kesehatab tapi juga bisa mendirikan layanan kesehatan di kepulauan dengan bantuan pemda setempat.

Karena RSTKA itu kehadirannya ada batasnya. Kehadiran donatur sangat menentukan kelangsungannya. “Jadi pemda memang harus berupaya sendiri. Karena sampai kapan pelayanan kesehatan dengan kunjungan ini akan berjalan,” tandas Prof Bus.

Beruntung, ada pemda yang menyambut baik program dari FK Unair ini. Pemkab Gresik dan Sumenep siap untuk melakukan MoU dengan FK Unair sebelum akhir Februari 2023. Nantinya dengan kerjasama ini, kedua pemda bisa mengirimkan dokter umum untuk menempuh PPDS di FK Unair.

“Mereka di sekolahkan, ditanggung biaya hidup selama sekolah setelah lulus mereka mengabdi. Begitu seterusnya hingga di daerah itu layanan kesehatan bisa dipenuhi dengan kehadiran dokter spesialis,” jelasnya.

Menerima mahasiswa putra daerah agar menempuh PPDS di FK Unair, ditegaskan Prof Bus tidak akan mengurangi kuota PPDS. Apalagi di tahun ini FK Unair boleh menambah kuota PPDS hingga 300 orang dari sebelumnya yang 250 orang.

“Untuk yang reguler tidak akan dikurangi jatahnya. Kami justru menambah mahasiswa dari putra daerah itu. Kami sudah mempersiapkan sarana prasarana dan dosennya,” tandas Prof Bus.

Sementara itu Direktur RSTKA, dr Agus Harianto mengaku bersyukur RSTKA bisa berlayar hingga 5 tahun. “Kita sudah berlayar ke 86 pulau terpencil. Itu berkat buat orang- orang pulau,” kata dr Agus.

Memang yang menjadi masalah adalah kurangnya dokter spesialis di pulau-pulau itu. Masalah itu memang tidak juga selesai hingga saat ini. Sebenarnya kata dr Agus program Pendayagunaan Dokter Spesialis (PGDS) sangat bagus untuk memeratakan doktee spesialis hingga ke pelosok. Sayangnya program itu harus dihentikan karena ada protes dari beberapa kalangan yang menolaknya.

“Alasannya mereka sekolah spesialis itu bayar sendiri, tidak dapat beasiswa. Jadi mengapa mereka harus ke daerah terpencil? Begitu alasannya. Namun menurut saya setiap kebebasan itu ada tanggung jawab di dalamnya. Kebebasan dan tanggungjawab moral bagaikan dua sisi mata uang,” jelasnya.

Karena PGDS harus dibatalkan, dr Agus sangat mendukung jika PPDS dibantu pemda dengan program beasiswa. “Agar setelah lulus bisa ditempatkan di daerah yang membutuhkan,” tukasnya.  ril/end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry