Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN), H Tjetjep Mohammad Yasien, SH, MH (FT/duta.co)

SURABAYA | duta.co – Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN), H Tjetjep Mohammad Yasien, SH, MH mengaku sedih membaca berita Bendahara Umum PBNU, H Mardani Maming menjadi buron Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK).

“Kasusnya (memang) lama, tidak terkait dengan NU, tetapi, mempertahankan dia sebagai Bendum PBNU, adalah naïf. Sebagai warga NU, tentu, sedih kita membacanya,” tegas Gus Yasien panggilan akrab H Tjetjep Mohammad Yasien, di kantor duta.co, Kamis (28/7/22).

Sepengetahuan Gus Yasien, hari ini, kabarnya H Mardani Maming (MM) akan menyerahkan diri ke KPK. Ini sebagai bentuk taat hukum. PBNU pun menyarankan agar MM menyerah. “Tetapi, lebih dari itu, PBNU harus mengambil sikap tegas, segera nonaktifkan. Soal menyerah dan tidak, itu urusan dia. Yang terpenting bagi PBNU adalah menjaga marwah organisasi,” tegasnya.

Masih menurut Gus Yasien, kalau PBNU tidak segera mengambil kebijakan nonaktif, maka, organisasi ini akan terkena imbasnya. Pertama, imbas itu bisa sampai berpuluh-puluh tahun, atau bahkan menjadi sikap latah yang salah.

“Maka, sekarang ini, tidak sepenuhnya keliru kalau ada orang bilang bahwa orang-orang NU tahu di mana MM berada. Mengapa? Ya karena posisi dia masih sebagai Bendum PBNU. Dengan begitu seakan benar omongan itu, padahal, tidak sama sekali,” terangnya.

Kasus HRS Kita Diam

Kedua, katanya, PBNU harus menjadi contoh yang baik, tunjukkan sikap kooperatif dengan aparat penegak hukum. Artinya, dengan segera menonaktifkan Bendum PBNU, maka, tampak keseriusan PBNU mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. “Persoalan (dia) nanti salah atau tidak, itu menjadi domain pengadilan,” tegasnya.

“Ketiga, dengan segera menonaktifikan Bendum PBNU yang terjerat hukum, maka, ini menjadi warning serius bagi para pengurus lain. Jangan sampai ada kesan PBNU menjadi tempat berlindung para penyamun. Terus terang, ada kesan seperti itu,” terang alumni PP Tebuireng Jombang ini.

Terakhir (keempat), tegasnya, kini beredar di medsos nahdliyin, mengesankan, ada semacam kriminalisasi yang menimpa Bendum PBNU. Kalau itu benar, biarlah pengadilan yang membuktikan.

“Pengadilan itu terbuka untuk umum. Kalau ada kriminalisasi, rekayasa hukum, pasti terlihat. Ini kasus korupsi, bukan masalah Covid-19 sebagaimana menimpa HRS (Habib Rizieq Shihab red.). Kalau HRS kita bela, itu masuk akal, tetapi, faktanya, kita semua diam,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry