PRESTASI : Sejumlah aktifis perempuan saat menggelar aksi di CFD Jakarta (istimewa / duta.co)

KEDIRI | duta.co – Shalfa Avrila Sania (17) atlet senam asal Kota Kediri yang gagal membela Indonesia di ajang SEA Games 2019 lantaran dituduh tidak perawan. Padahal dalam rekam jejaknya, Shalfa Avrila pernah menyumbangkan emas untuk Indonesia saat berlaga di Thailand. Merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan. Pelatih dan Institusi yang berwenang, harus minta maaf.

Hal ini disampaikan sedikitnya 111 Organisasi dari sejumlah komunitas perempuan muda, organisasi mahasiswa, lembaga pers mahasiswa dan juga organisasi pelajar di 25 Kota: Jakarta, Banjarmasin, Makassar, Bandung, Gorontalo, Tuban, Kediri, Tegal, Surabaya, Samarinda, Manado, Cirebon, Kendari, Pekalongan, Ambon, Lubuklinggau, Pontianak, Yogyakarta, , Semarang, Purwokerto, Palu, Malang, Medan, Bengkulu dan Solo.

Bahkan, saat digelar Car Free Day di Ibu Kota Jakarta, pada Minggu pagi menggelar aksi meminta dukungan kepada para pengunjung. Disampaikan kuasa hukum Shalfa, Imam Mohklas menyampaikan apresiasi luar biasa kepada ratusan komunitas yang menyampaikan dukungan.

“Seorang atlet remaja perempuan yang telah membanggakan Indonesia dengan 49 Medali yang sudah ia koleksi sejak kelas 2 SD. Dalam SEA Games 2019 yang berlangsung di Filipina saat ini, seharusnya menjadi salah satu perwakilan Indonesia dalam cabang olahraga senam yang selama ini ia geluti,” terang Imam Mohklas.

PRESTASI : Pamflet dukungan untuk Shalfa saat menggelar aksi di CFD Jakarta (istimewa / duta.co)

Namun, cita-cita Shalfa harus kandas lantaran dirinya dipulangkan paksa oleh tim kepelatihan karena dianggap tidak lagi perawan. Sebelum dipulangkan, mengalami interogasi di mess tempatnya berlatih. Antara rasa malu, tertekan dan stress, bersama Ibunya dan kuasa hukum, terus menuntut keadilan serta permintaan maaf atas perlakuan sewenang-wenang yang menimpa dirinya.

“Motif keperawanan yang digunakan untuk menginterogasi kemudian memulangkan adalah bentuk kekerasan terhadap perempuan. Motif tersebut berangkat dari prasangka moral tertentu dan kemudian digunakan untuk menyerang integritas tubuh dan perilaku korban. Motif tersebut menempatkan Shalfa menjadi sasaran diskriminasi, pencemaran nama baik dan penyingkiran dari cabang olahraga yang ia geluti,” imbuhnya.

Meski demikian hingga saat ini, pihak tim kepelatihan menyangkal adanya motif keperawanan dalam pemulangan. Selanjutnya jejaring perempuan muda yang memiliki tujuan untuk mewujudkan nilai-nilai kesetaraan dan toleransi, memberikan dukungan untuk Shalfa dan keluarganya mendapat keadilan.

“Karenanya, kami menuntut adanya permintaan maaf secara terbuka oleh tim kepelatihan dan institusi yang telah menginterogasi dan memulangkannya secara paksa, negara harus memulihkan nama baik dan memberikan dukungan psikologis baginya. Hal tersebut juga adalah wujud dari komitmen untuk menjamin tidak ada diskriminasi terhadap atlet perempuan Indonesia,” ucap Imam Mohklas menyampai rilis dari Jejaring Muda Setara. (nng)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry